Page 107 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 107
94 Aristiono Nugroho, dkk.
tambahan 240 ubin. Tambahan ini diambilkan dari tanah ja-
batan sekretaris desa seluas 300 ubin, sehingga sisanya seluas
60 ubin dapat digunakan untuk menambah tanah kas desa.
Berdasarkan pengaturan atas tanah yang digarap oleh pe-
rangkat desa, termasuk kepala dusun, ketua RW, dan ketua RT
diketahui, bahwa Suyono sangat memperhatikan aspek keadilan
dalam pemberian imbalan (reward) bagi elit desa. Kepala urusan
yang menjadi petugas lapangan, misal yang berkaitan dengan
keamanan dan pengairan (ili-ili), yang pada masa Saminah dan
Tjipto Sutarmo masing-masing mendapat 1 iring tanah bengkok
ditingkatkan menjadi 2 iring tanah bengkok. Ketika tanah beng-
kok ini masih ditambah dengan 90 ubin tanah buruhan desa
dan ditambah lagi 90 ubin tanah bengkok sebagai insentif, maka
2
total luas tanah yang digarap adalah 420 ubin atau 5.880 m .
Padahal pada masa Saminah dan Tjipto Sutarmo, kepala urusan
yang menjadi petugas lapangan hanya menggarap tanah dengan
2
luas total hanya 300 ubin atau 4.200 m . Pengaturan oleh Suyono
lebih adil, bila dibandingkan dengan pengaturan pada masa
Saminah dan Tjipto Sutarmo, di mana perangkat desa yang tidak
ke lapangan mendapat imbalan lebih besar (330 ubin) diban-
dingkan dengan yang ke lapangan (300 ubin). Pada masa Suyono
perangkat desa yang ke lapangan mendapat imbalan lebih besar
(420 ubin) dibandingkan yang tidak ke lapangan (330 ubin).
Selaku Kepala Desa Karanganyar, Suyono pernah meminta
bantuan Tjipto Sutarmo untuk menyelesaikan persoalan biaya
operasional yang berkaitan dengan tanah garapan. Persoalan
timbul ketika Suyono menetapkan, bahwa perangkat desa, ke-
cuali sekretaris desa, memperoleh tanah garapan. Oleh karena
itu, kepala dan anggota Baperdes berpandangan, bahwa mereka
juga mendapat tanah garapan. Suyono merespon keinginan