Page 110 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 110

Resonansi Landreform Lokal ...  97

              perebutan tanah, yang mengarah pada terjadinya konflik perta-
              nahan. Selain itu diketahui, bahwa jumlah petani di Indonesia
              yang memiliki tanah pertanian relatif sempit antara tahun 1993
              sampai dengan 2003 semakin meningkat. Pada tahun 1993 jumlah
              petani yang memiliki tanah seluas 0,2 hektar sebanyak 10,8 juta
              orang, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,7 juta
              orang (sumber: Bappenas, 2004).
                  Oleh karena kondisi pertanahan nasional yang tidak meng-
              gembirakan itulah, maka masyarakat dan Desa Karanganyar
              menerapkan landreform versi mereka sendiri, atau landreform
              lokal, yang konsepsi utamanya adalah redistribusi hak garap
              atas tanah sawah. Sebagaimana diketahui, konsepsi adalah suatu
              ide tentang sesuatu yang merupakan suatu cara dalam mema-
              hami sesuatu. Dengan demikian konsepsi pemberdayaan masya-
              rakat dalam bidang pertanahan selalu berkaitan dengan ide-
              ide, terutama ide-ide baru dalam memberdayakan masyarakat.
              Kondisi ini mengantarkan pemahaman, bahwa pemberdayaan
              masyarakat dalam bidang pertanahan membutuhkan instrumen
              konsepsional yang dalam praktek nyata negara hukum, sering-
              kali berupa produk-produk hukum. Sementara itu, dalam prak-
              tek lokal ia muncul dalam bentuk konsepsi lokal yang mampu
              memberdayakan masyarakat.
                  Secara nasional, UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria)
              merupakan sumber inspirasi bagi upaya pemberdayaan masya-
              rakat. Sebagai contoh, UUPA menetapkan hal-hal sebagai beri-
              kut: Pertama, bahwa hubungan antara Bangsa Indonesia
              dengan bumi, air, serta ruang angkasa adalah hubungan yang
              bersifat abadi (lihat Pasal 1 ayat (3) UUPA); Kedua, bahwa
              dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2
              UUPA, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115