Page 115 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 115
102 Aristiono Nugroho, dkk.
mutu pangan, (b) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan
kesehatan, (c) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan
pendidikan, (d) terbatasnya kesempatan kerja dan pengem-
bangan usaha, (e) terbatasnya akses layanan perumahan dan
sanitasi, (f) terbatasnya akses terhadap air bersih, (g) lemahnya
kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, (h) memburuknya
kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, (i) lemahnya
jaminan rasa aman, serta (j) lemahnya partisipasi; Kedua,
beratnya beban kependudukan, karena mempunyai jumlah rata-
rata anggota keluarga yang relatif besar, yaitu rumah tangga
miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5 orang
(perhitungan statistik sebesar 5,1 orang), sedangkan di perde-
saan rata-rata mempunyai anggota 5 orang (perhitungan statistik
sebesar 4,8 orang); Ketiga, ketidak-setaraan dan ketidak-adilan
gender, karena adanya budaya patriarki yang telah meminggirkan
perempuan secara sistematis melalui kebijakan, program, dan
lembaga yang tidak responsif gender. Hal ini dikarenakan angka-
angka yang menjadi basis pengambilan keputusan merupakan
data yang tidak konteksual gender, sehingga tidak mampu me-
nangkap dinamika laki-laki dan perempuan.
Berbagai uraian tentang kemiskinan dan pemberdayaan
masyarakat secara nasional dimaksudkan untuk menunjukkan
“peta” ikhtiar para tokoh Desa Karanganyar di kancah ikhtiar
nasional. Sebagai contoh, ketika secara nasional beredar gagasan
pemberdayaan masyarakat dengan mengacu pada UUPA,
konsepsi neo liberal, konsepsi sosial demokrat, dan gagasan
H.S. Dillon; maka para tokoh Desa Karanganyar telah meng-
ikhtiarkan landreform lokal, yang mampu membantu 76 keluarga
mempunyai hak garap atas tanah sawah seluas 76 x 90 ubin.
Walaupun tetap ada tantangan yang harus dihadapi masyarakat