Page 113 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 113

100   Aristiono Nugroho, dkk.

            gi-tingginya. Dengan demikian strategi penanggulangan kemis-
            kinan bersifat residual, sementara, dan hanya melibatkan keluar-
            ga, kelompok swadaya atau lembaga keagamaan. Peran negara
            hanyalah sebagai “penjaga malam” yang hanya akan intervensi
            bila kelompok swadaya atau lembaga keagamaan tidak dapat
            lagi memainkan perannya.
                Berbeda dengan konsepsi neo liberal, maka konsepsi sosial
            demokrat menawarkan pemberdayaan masyarakat, dengan
            terlebih dahulu memahami bahwa pasar bebas tidak mengarah
            pada pencapaian kemakmuran yang meluas, melainkan lebih
            banyak memperlihatkan kemiskinan dan eksploitasi besar-
            besaran. Suatu masyarakat akan tumbuh dan berkembang secara
            “sehat”, bila kebutuhannya dapat dipenuhi, dan ketidak-setaraan
            serta eksploitasi di bidang ekonomi dan relasi sosial dapat dieli-
            minasi. Oleh karena itu, kemiskinan bukanlah fenomena indi-
            vidual melainkan fenomena struktural. Kemiskinan terjadi
            karena adanya ketidak-adilan dan ketimpangan sosial, sebagai
            akibat tersumbatnya akses kelompok tertentu terhadap sumber-
            daya. Dengan demikian strategi penanggulangan kemiskinan
            haruslah bersifat institusional (melembaga).
                Berbeda dengan konsepsi neo liberal dan konsepsi sosial
            demokrat, maka H.S. Dillon (2002) menawarkan pemberdayaan
            masyarakat, dengan terlebih dahulu memahami bahwa kebijakan
            atau program anti kemiskinan akan dapat berhasil apabila kaum
            miskin menjadi aktor utama dalam perang melawan kemiskinan.
            Oleh karena itu, untuk memberdayakan masyarakat miskin
            dibutuhkan kepedulian, komitmen, kebijakan dan program yang
            tepat. Selain itu diperlukan sikap yang tidak memperlakukan
            orang miskin sebagai obyek, melainkan sebagai subyek. Sikap
            ini sesuai dengan pesan yang disampaikan Mubyarto (2002),
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118