Page 55 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 55
42 Aristiono Nugroho, dkk.
atas tanah sawahnya. Upaya tersebut juga perlu dilengkapi dengan
dibentuknya norma sosial yang mampu mencegah terjadinya
jual-beli hak garap atas tanah, yang dilengkapi dengan sanksi
sosial yang memadai.
Ketiga, redistribusi hak garap atas tanah dapat dimaknai
sebagai produk hukum adat (dalam arti sosiologis), yang dikon-
struksi melalui sistem pemilikan dan penguasaan tanah yang
bersifat tradisional dan berbasis masyarakat. Makna ini meru-
pakan hasil dari adanya pandangan, bahwa hak garap atas tanah
merupakan instrumen bersama yang penting bagi penghidupan
kaum miskin, yang tidak dapat diperdagangkan. Pengakuan dan
dukungan perlu diberikan bagi pemegang hak garap atas tanah
sawah, yang telah bekerja dengan baik dan produktif, dan tidak
melakukan jual beli hak garap atas tanah sawah.
Keempat, redistribusi hak garap atas tanah dapat dimaknai
sebagai upaya pembentukan ulang rejim pemilikan dan pengu-
asaan tanah, dengan memperhatikan kondisi masyarakat Desa
Karanganyar. Pembentukan rejim diawali dan dikembangkan
melalui politik akses, dan kontrol di antara berbagai aktor sosial
di desa. Sebagaimana diketahui, redistribusi hak garap atas tanah
merupakan bagian dari proses perubahan lingkungan sosial, yang
merupakan hasil dari negosiasi dan kontestasi di antara berbagai
aktor.
Sebagaimana telah diketahui, pada masa lalu “Karanganyar”
berarti “pekarangan baru” karena berawal dari sebuah perkam-
pungan kecil di ujung desa. Pada masa kini nama “Karanganyar”
berarti “keunggulan dan sebuah kekaguman dari masyarakat di
desa-desa sekitarnya”. Kekaguman muncul karena Pemerintah
Desa Karanganyar atas dukungan para pemilik tanah, berhasil
mendistribusikan hak garap atas tanah sawah seluas 90 ubin,