Page 140 - Konstitusionalisme Agraria
P. 140
tersebut menyatakan, bahwa Presiden Soekarno telah tidak dapat
memenuhi pertanggungan-jawab konstitusional, sebagaimana
layaknya kewajiban seorang Mandataris terhadap MPRS, sebagai
yang memberikan mandat, yang diatur dalam UUD 1945. Melarang
Presiden Soekarno melakukan kegiatan politik sampai dengan
pemilihan umum dan sejak berlakunya ketetapan ini menarik
kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno serta segala
Kekuasaan Pemerintahan Negara yang diatur dalam UUD 1945.
Menetapkan berlakunya ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966, dan
mengangkat Jenderal Soeharto, Pengemban ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966 sebagai Pejabat Presiden berdasarkan Pasal 8 UUD
1945 hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilihan Umum.
Dengan demikian, terjadilah peralihan kekuasan dari Soekarno
kepada Soeharto. Bahkan semua pidato politik Soekarno yang
dijadikan sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara dicabut dan
diganti dengan ketetapan baru.
Segera setelah itu Ir. Soekarno sebagai Presiden diturunkan dan
digantikan oleh Soeharto, kebijakan-kebijakan yang mengakomodir
kembali investasi modal asing besar di dalam penyelenggaraan
kegiatan penyedotan kekayaan alam di kepulauan Indonesia
diterapkan. Pada periode ini masa-masa di mana diterapkannya
kembali modus produksi ala Kolonial yang berorientasi pada
ekstraksi sumber daya alam dan pada perjalannya menghidupkan
kembali konflik lama di kepulauan Indonesia terutama di lokasi-
lokasi yang banyak kekayaan alamnya. Hal ini pula yang kelak
menjadi faktor terjadinya konflik-konflik agraria dan gugatan
terhadap konsepsi penguasaan negara atas tanah dan sumber daya
alam lainnya yang disebut dengan Hak Menguasai dari Negara.
Ketetapan MPR untuk Menopang Ideologi Pembangunan
Meskipun terjadi pemindahan kekuasaan secara berangsur-angsur
dari tangan Soekarno kepada Soeharto, pada level konstitusi tidak
terjadi perubahan. Konstitusi yang dipakai sepanjang pemerintahan
Soeharto yang juga dikenal dengan Rezim Orde Baru adalah UUD
Konstitusi Agraria dan Penggunaannya dalam Tiga Rezim Pemerintahan 109