Page 374 - Konstitusionalisme Agraria
P. 374
administrasi pemerintahan yang sama maupun antarwilayah
administrasi pemerintahan yang berbeda;
c. Menentukan dan menetapkan terlebih dahulu WPR, setelah
itu WPN, kemudian WUP;
d. Wajib menyertakan pendapat masyarakat yang wilayah
maupun tanah miliknya akan dimasukkan ke dalam wilayah
pertambangan dan masyarakat yang akan terkena dampak.
4. Pengurusan (bestuursdaad)
Pengurusan dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya
untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning),
lisensi (licentie), dan konsesi (concessie). Pengurusan dapat
dilakukan pula oleh pemerintah dengan menetapkan hubungan
hukum berupa hak-hak atas tanah kepada perseoranga, badan
hukum maupun dalam bentuk penetapan hak ulayat masyarakat
hukum adat.
Pengurusan dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan
instrumen hukum publik berupa izin atau pemberian hak, tidak
dilakukan dengan instrumen hukum perdata seperti jual beli
maupun sewa-menyewa tanah dan sumber daya alam lainnya.
Penegasan penggunaan instrumen hukum publik berupa izin
disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi dalam perkara No. 3/
PUU-VIII/2010 mengenai pengujian UU No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Di dalam
putusan itu, Mahkamah Konstitusi membatalkan hubungan hukum
berupa Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3), sebab menurut
Mahkamah Konstitusi hubungan hukum yang paling tepat adalah
pemberian izin, bukan pemberian hak kebendaan seperti HP3.
Hubungan keperdataan seperti kontrak juga dapat dilakukan
oleh badan yang dibentuk oleh pemerintah. Pemerintah tidak
boleh langsung melakukan kontrak dengan pihak swasta dalam
pemanfaatan sumber daya alam. Oleh karena itulah, dalam Perkara
No. 36/PUU-X/2012 mengenai Pengujian UU No. 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi, BP Migas dinyatakan oleh Mahkamah
Konstitusi tidak bersifat konstitusional. Kontrak Kerja Sama Migas
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 343