Page 49 - Konstitusionalisme Agraria
P. 49
di bidang pertanahan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini
terjadi karena tidak jelasnya ketentuan peraturan perundangan-
undangan terutama UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dengan UUPA. Erwiningsih menganjurkan agar kedepan
diperlukan penyempurnaan UUPA. Hal ini dilakukan karena UUPA
secara struktur kurang mencerminkan aspek normativisasi yang jelas
dalam pengaturan pengelolaan sumber daya alam, demikian pula
dalam hal perolehan maupun penggunaan tanah.
Beberapa penelitian di atas menunjukan bahwa penelitian
yang membahas hubungan antara negara dan warga negara terhadap
tanah dan sumber daya alam lainnya bukanlah ranah penelitian
yang baru. Ditengah hasil penelitian-penelitian yang ada, penulis
perlu menempatkan penelitian ini secara pas sehingga tidak terjadi
pengulangan yang kurang bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan. Beberapa hal yang menjadikan penelitian ini
berbeda dengan penelitian yang telah ada, antara lain: Pertama,
kebanyakan penelitian terdahulu membahas hubungan antara
negara dengan tanah dan sumber daya alam lainnya sebagai konsepsi
Hak Menguasai Negara (HMN). Hal ini bersandarkan pada Pasal
9
2 ayat (2) UUPA memang menggunakan frasa ‘Hak menguasai dari
Negara’ yang kemudian disebut sebagai ’Hak Menguasai Negara’
oleh kebanyakan peneliti. Di dalam buku ini, penulis menempatkan
HMN hanya sebagai salah satu konsepsi dalam hubungan antara
negara dengan tanah. Memang pada tataran normatif konsep HMN
masih terdapat di dalam UUPA dan beberapa undang-undang
lainnya yang masih berlaku sampai hari ini, tetapi dalam tataran
konseptual, HMN tidak lagi dapat diposisikan sebagai konsepsi
tunggal sebab telah ada berbagai pergeseran terhadapnya, terutama
sejak terbentuknya Mahkamah Konstitusi yang memberikan makna
baru dalam putusan-putusannya.
Pergeseran konsepsi HMN itu nampak pula pada peraturan
perundang-undangan terbaru di bidang agraria, terutama yang lahir
9 Abrar Saleng dalam penelitiannya menggunakan istilah Hak Penguasaan Negara
(HPN) untuk menyebutkan hubungan penguasaan negara atas pertambangan (Saleng,
2004:1)
18 Konstitusionalisme Agraria