Page 51 - Konstitusionalisme Agraria
P. 51
kolonialisme tetap menaunginya. Periode 1966-1998 yaitu di mana
semangat pembangunan (developmentalism) sedang menguat.
Sifat anti-kolonial pada masa sebelumnya sudah berkurang. Misi
dari rezim ini adalah untuk melakukan pembangunan. Periode ini
dihitung sejak 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998. Tanggal 11
Maret 1966 dijadikan titik awal karena sejak pada tanggal tersebut
kekuasaan pemerintahan secara berangsur-angsur telah bergeser
dari tangan Presiden Soekarno kepada Soeharto. Periode 1998-2014
ada periode pasca Orde Baru dan transisi menuju demokrasi yang
dimulai dengan lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Pada
periode ini semangat yang berkembang adalah neoliberalisme selain
pula semangat konstitusionalisme.
Pokok-pokok yang dibahas
Setelah menempatkan posisi buku ini, selanjutnya disampaikan
pokok-pokok yang dibahas sekaligus argumen utama yang diajukan
dalam buku ini, antara lain: Pertama, konstitusi agraria yang
dimaksud dalam buku ini adalah konstitusi yang digunakan oleh
negara-negara yang di dalamnya mengatur tentang hubungan
keagrariaan baik antara negara, perorangan warga negara dan
kesatuan masyarakat adat dengan tanah dan sumber daya alam
lainnya (bab I buku ini). Dalam negara modern, konstitusi menjadi
acuan bagi kehidupan kenegaraan dan juga kemasyarakatan. Oleh
karena itu konstitusi memiliki peranan penting yang dapat menjadi
titik edar bagi berbagai dinamika kemasyarakatan dan kenegaraan,
termasuk dalam urusan agraria. Di Indonesia, dasar konstitusional
utama dalam hubungan antara negara dengan tanah dan sumber
daya alam lainnya adalah Pasal 33 UUD 1945 dan ketentuan lain
yang berkaitan dengan hak milik individu serta hak tradisional
masyarakat adat.
Kedua, dilihat dari beberapa perkembangan konstitusi
agraria di Indonesia terdapat dinamika konstitusionalisasi agraria
dalam UUD 1945, kemudian dekonstitusionalisasi agraria melalui
Konstitusi RIS. Dengan diberlakukannya UUDS 1950 dilakukan
20 Konstitusionalisme Agraria