Page 188 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 188
Negara, dalam hal ini pemerintah kabupaten dan DPRD,
hanya berbicara mengenai keuntungan dari penambangan,
yaitu peningkatan PAD. Pemerintah kabupaten dan DPRD
tidak menjelaskan mengenai dampak penambangan terhadap
lingkungan kepada masyarakat Kecamatan Mirit yang akan
merasakan dampak langsung penambangan. Ketika masyarakat
dan ornop menuntut agar penambangan pasir besi tidak
dilakukan di wilayah mereka, pemerintah kabupaten dan DPRD
tetap mempertahankan keputusan tersebut dengan alasan demi
kepentingan daerah. Padahal, masyarakat menuntut kebijakan
yang lebih ramah lingkungan dengan menjadikan kawasan
Urutsewu sebagai wilayah pertanian dan pariwisata.
Dualisme sikap negara atau sifat amalgam tadi tampak
jelas dalam posisi pemerintah kabupaten Kebumen mengenai
posisi penambangan pasir besi di Urutsewu. Negara berada di
antara posisi sebagai “developer atau destroyer lingkungan. Di
satu sisi ia ingin mengembangkan kawasan perlindungan dan
pengembangan potensi Urutsewu yang lebih ramah lingkungan
dengan cara menetapkan kawasan Urutsewu sebagai daerah
sempadan pantai, kawasan suaka alam laut dan perairan
lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, kawasan perlindungan
plasma nutfah, kawasan pertanian, perikanan, dan pariwisata,
serta wilayah rawan tsunami. Namun, di sisi lain, pemerintah
kabupaten juga menempatkan Urutsewu sebagai kawasan
pertahanan dan keamanan serta kawasan pertambangan yang
merusak lingkungan.
Dilihat dari proses pemberian IUP Operasi Produksi
penambangan pasir besi dan pengakuan kawasan pertahanan
keamanan oleh negara, penulis melihat bahwa negara lebih
memilih menjadi “destroyer lingkungan. Bagaimana pun,
pemerintah kabupaten tidak akan menarik IUP Operasi Produksi
Analisis Konflik Ekologi Politik 163