Page 187 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 187
DPRD kurang memperhitungkan konservasi lingkungan dan
lebih mencari keuntungan ekonomi politik demi menaikkan
PAD. Sedangkan TNI AD sebagai institusi keamanan negara juga
lebih mengedepankan keuntungan ekonomi dari penambangan
pasir besi ini. Dalam posisi ini, negara menjadi amalgam ,
sebagaimana disebut Bryant dan Bailey (1997: 65):
“Whether relating to activities that lead to environmental
degradation or conservation, the state is an actor that rarely speaks
with one voice, but rather represents an amalgam of institutional
interests.
“Berhubungan dengan kegiatan yang menyebabkan degradasi
lingkungan atau konservasi, negara adalah aktor yang jarang
berbicara dengan satu suara, tetapi lebih menjadi amalgam yang
hanya mengutamakan kepentingan institusi.
Ketika negara mengarahkan kebijakan antara degradasi
atau konservasi lingkungan, negara tidak berbicara dengan satu
suara. Akibatnya, fungsi negara menjadi ambigu, antara menjadi
“developer atau destroyer lingkungan. )nilah yang dimaksud oleh
metafora amalgam tersebut.
Kerusakan lingkungan memang belum terjadi karena
penambangan belum dilakukan di Kecamatan Mirit. Namun,
perubahan bentang alam pasti terjadi. Dampak negatif
penambangan selalu disanggah dengan alasan akan ada reklamasi
sesudah penambangan. Padahal, reklamasi yang dijanjikan
perusahaan belum tentu dipenuhi. Terlebih, perusahaan yang
terkait dengan PT MNC, yakni PT Nusantara Termal Coal dan
PT Bara Adhipratama, memiliki rekam jejak merusak lingkungan
lewat penambangan batubara. Selain itu, masalah perizinan,
sosial, dan konflik juga terjadi di lokasi penambangan yang
digarap kedua perusahaan tersebut.
162 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik