Page 189 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 189
yang telah diberikan kepada PT MNC. Seperti yang diungkapkan
Budi Hianto Susanto, Ketua DPRD Kebumen, izin tidak bisa ditarik
karena pemerintah kabupaten sudah terikat perjanjian dengan
PT MNC. Jika perizinan dibatalkan, pemerintah kabupaten akan
mendapatkan denda sehingga pemerintah kabupaten akan rugi.
Terlihat bahwa pemerintah kabupaten lebih mengutamakan
kepentingan ekonomi politik dibanding konservasi lingkungan
wilayah Urutsewu, khususnya Kecamatan Mirit.
Dengan melihat kepentingan dan kekuatan masing-masing
aktor serta dinamika konlik yang terjadi, PT MNC akan tetap
berusaha melakukan penambangan. PT MNC dengan gigih terus
mendekati pemilik lahan di Kecamatan Mirit untuk pembebasan
lahan dengan dibantu oleh aktor lokal maupun ornop lokal. Upaya
perusahaan ini telah direstui pemerintah kabupaten dan DPRD
yang meminta perusahaan untuk menyelesaikan persoalan lahan
langsung dengan pemilik lahan yang bersangkutan. Ini menjadi
keuntungan bagi PT MNC yang dikenal sebagai perusahaan lokal,
sebagaimana dikatakan Bryant dan Bailey (1997: 125):
“[...] local firms posses effective political contracts within the
state as the Benguet example illustrates, the state may even be
shareholder , but they also able to argue that their activities are in
the national interest in a way that TNCs are simply unable to do.
“[...] perusahaan lokal memiliki kontrak politik yang efektif dengan
negara (contohnya Benguet di mana negara bahkan menjadi
pemegang saham), tetapi mereka dapat mengatasnamakan
kegiatan mereka sebagai kepentingan nasional .
Bentuk dukungan diwujudkan pemerintah kabupaten
dengan mengendalikan masyarakat yang menolak penambangan
pasir besi. PT MNC hanya perlu menghadapi masyarakat Mirit
dengan cara sosialisasi dan memulai pembebasan lahan dengan
164 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik