Page 93 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 93
“Menurut perkataan Mbah Lurah Durohman, tentara di sini tidak
memiliki tanah. Tentara di sini menggunakan lapangan untuk uji
coba senjata berat. Apabila tentara memiliki tanah, itu karena Pak
Lurah Djali menjual tanah bengkok dan tanah rakyat. Lebar 100
meter, panjang meter. )tu untuk asrama.
Jika Dislitbang TNI AD dibangun di atas tanah yang telah
dibeli dari warga melalui Kepala Desa Setrojenar, maka menara
pengintai milik TN) AD didirikan di atas tanah bersertiikat milik
warga. Tanah yang dimaksud merupakan tanah milik Mihad, yang
ia beli dari Wanadilego setelah menjual dua ekor sapi.
Permasalahan tanah di Urutsewu juga terkait dengan
keberatan warga atas latihan TNI AD. Selain menyebabkan warga
tidak bisa bertani, latihan tersebut juga merusak tanaman petani.
Pada November 2008, TNI AD melakukan serangkaian latihan
dan perlombaan yang mengakibatkan kerusakan tanaman
jagung milik Muklas dan Marsino. Pihak Dislitbang TNI AD
tidak memberikan ganti rugi atas kerusakan tersebut. Ketika
warga meminta ganti rugi, Kepala Dislitbang TNI AD Mayor
(Inf) Kusmayadi melempar tanggung jawab dan meminta warga
untuk menagih ganti rugi langsung kepada kesatuan TNI yang
34
sedang latihan. Saat latihan digelar di Desa Ambalresmi pada
awal September 2009, TNI AD mencabut tanpa izin 17 cikal kelapa
milik petani. 35
Selain itu, sumber keberatan warga adalah kelengahan TNI
AD dalam melakukan pembersihan setelah melakukan uji coba
senjata. Warga banyak menemukan mortir yang masih aktif
di lahan pertanian. Kelengahan TNI AD ini pernah memakan
korban jiwa. Pada 1998, ada anak-anak yang menemukan mortir
34 Surat masyarakat Desa Setrojenar kepada Komnas HAM pada 13 Maret 2009.
35 Surat FPPKS mengenai tanggapan terhadap surat Komnas HAM No: 112/K/
PMT/2011 pada 28 Februari 2011.
68 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik