Page 95 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 95
Permasalahan tanah di atas juga memengaruhi pembebasan
lahan untuk pembangunan JJLS. Kepala Desa Setrojenar Surip
Supangat menyatakan, pada 5 Oktober 2007, Gubernur Jawa
Tengah telah mengirimkan surat kepada Pangdam IV/Diponegoro
berkaitan dengan permohonan ulang aset pengganti tanah TNI
AD untuk pembangunan jalur selatan Pulau Jawa. Menurut Surip,
isi surat tersebut menandakan bahwa TNI AD sudah mengklaim
tanah milik warga (Suara Merdeka, 19 Mei 2009).
Permasalahan tanah dengan TNI AD tidak membuat
masyarakat berhenti untuk mewujudkan wilayah Urutsewu
sebagai wilayah pariwisata. Tindakan ini salah satunya
dimanifestasikan dengan mengembangkan dan mengefektikan
penataan perparkiran di kawasan Pantai Setrojenar. Karena itu,
pada pertengahan Februari 2009, pemuda Setrojenar membangun
gapura atau pintu masuk Pantai Setrojenar. Ketika pemuda
sedang mengerjakan gapura, anggota TNI AD datang dan tanpa
alasan yang jelas meminta untuk menghentikan pembangunan
gapura. Saat itu pembangunan gapura sudah mencapai 75%
dengan bahan cor semen. 38
Pembangunan gapura tersebut menyebabkan masyarakat
dan TNI AD kembali bersitegang. Pada 20 Februari 2009,
Camat Buluspesantren memfasilitasi pertemuan antara Kepala
Dislitbang TNI AD, Kepala Desa Setrojenar, dan sejumlah tokoh
masyarakat. TNI AD meminta supaya gapura tersebut dibangun
semipermanen dengan bahan coran di bagian bawah dan di
bagian atas menggunakan bambu sehingga dapat dibongkar
pasang. Dengan begitu, apabila gapura rusak akibat latihan, ganti
rugi yang mesti dibayar oleh TNI AD tidak terlalu besar.
Karena pembangunan gapura tersebut hampir selesai
dengan bahan coran, maka masyarakat menawarkan solusi
38 Surat masyarakat Desa Setrojenar kepada Komnas HAM pada 13 Maret 2009.
70 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik