Page 111 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 111
84 Herman Soesangobeng
lembaga eksekutif, yang dikendalikan oleh Menteri
Urusan Dalam Negeri (Minister van Binnenlandse Zaken)
yang berkantor pada Kementerian Urusan Dalam Negeri
(Ministerie van Binnenlandse Zaken), dalam hal ini organisasi
pelaksanaannya di tingkat pusat disebut Departemen Dalam
Negeri (Departemen van het Binnenlandse Zaken), yang pegawai
pelaksananya disebut Pamong Praja (Binnenlands Bestuur).
Demikian juga kewenangan hak mengurus (beheersrecht)
yang lebih merupakan kewajiban publik dari Negara dalam
merawat, memelihara harta kekayaan Negara berupa tanah,
juga diberikan menjadi kewenangan Kementerian dengan
Departemen Dalam Negeri Hindia Belanda.
Pemisahan dan pembedaan urusan hukum pertanahan
yang mengatur hak keperdataan atas tanah dengan hukum
agraria yang mengatur hak agraria, adalah merupakan
penegakkan pengaturan hak yang dianut hukum perdata
Belanda yaitu ‘Nederlandsch Burgerlijk Wetboek’ (BW) yang
untuk Hindia Belanda disebut ‘Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata di Indonesia’ (KUHPInd.). Hukum perdata
Belanda, membedakan jenis-jenis hak atas tanah dalam dua
kategori besar yaitu hak keperdataan atas pemilikan tanah
sebagai benda tetap (grondrechten), dan hak keperdataan atas
pengolahan, pemanfaatan, serta pengambilan hasil tanah,
yang disebut hak atas hubungan keagrariaan (agrarische
betrekkingen) atau singkatnya hak agrarian (agrarische rechten).
Kemudian penggunaan tanah untuk hubungan perdagangan,
diatur berdasarkan hubungan perbuatan hukum yang disebut
‘perikatan hukum’ (verbintenis), baik yang lahir karena
perikatan hukum alamiah (natuurlijk verbintenis), maupun
perjanjian (obligatoir verbintenis). Kedua jenis perikatan
hukum itu melahirkan pembebanan tanah (bezwaren), yang
melahirkan hak ‘servituut’, ‘grondrenten en tienen’, ‘bevoorechte
schulden’, dan ‘hypotheek’. Struktur dan sistim hak serta
hubungan hukum dari hukum pertanahan dan keagrariaan
BW/KUHPInd. itu tampak pada diagram no. 2 berikut: