Page 185 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 185
158 Herman Soesangobeng
(Depdagri Hindia Belanda); dengan Van Vollenhoven, Ter
Haar dan kawan-kawan pendukung teori Hukum Pertanahan
Adat (beschikkingsrecht). Perdebatan itu kemudian dikenal
sebagai suatu polemik hukum antara dua sekolah pemikiran
hukum untuk Hindia Belanda yaitu sekolah Hukum Adat
di Leiden, dengan sekolah para pamong praja Belanda yang
akan bertugas di Hindia Belanda yaitu di Utrecht. Maka
Logemann , menyebutnya sebagai polemik madzhab Leiden
46
vs Utracht.
Pokok perdebatannya adalah pada upaya penyeragaman
berlakunya ajaran teori ‘domeinsverklaring’ di seluruh
wilayah Negara Hindia Belanda. Utamanya di daerah-
daerah kekuasaan Negara yang tidak langsung, karena
adanya wilayah-wilayah otonom yang disebut Swapraja.
Nols Trenite, sebagai seorang pejabat utama (Hoofd
Ambetenaar) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Hindia
Belanda (Ministery van Binnenlandsch Zaken) berkewajiban
mengarahkan pagawai Depdagri Hindia Belanda (Oficiers van
den Binnenlandsch Bestuur) untuk sepenuhnya menegakkan
asas ajaran hukum ‘hak milik negara’ (staatsdomein beginsels)
tersebut agar ditegakkan di seluruh wilayah Negara Hindia
Belanda. Karena kesatuan kekuasaan wilayah (territorial)
Hindia Belanda, tidak hanya meliputi Jawa dan Madura,
melainkan juga termasuk wilayah-wilayah di luarnya yang
disebut daerah-daerah Swapraja dan daerah taklukkannya
(Zelsbestuurs en onderhoorigheden gebied). Maka semua tanah yang
berada dalam wilayah kekuasaan (territorial) Negara Hindia
Belanda itulah yang secara hukum (van rechtswege) menjadi
milik Negara (staatsdomein). Jadi Negara Hindia Belanda,
berhak dan berwenang mengatur serta bertindak dengan
bebas menetapkan penggunaan tanah miliknya, termasuk
memberikan kepada para pengusaha swasta Belanda untuk
membangun perkebunan-perkebunan dengan hak ‘recht van
46 J.H.A.Logemaan, Over de theorie van den stellig staatsrecht, Leiden:
Universitaire Pers. 1948.