Page 182 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 182
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 155
kedua pulau itu sedang berkembang pesat pariwisata yang
mendunia.
Dalam kasus jual beli demikian itu, Notaris ketika
membuatkan akta AJB, sama sekali tidak mempertimbangkan
peraturan hukum yang menjadi dasar lahirnya lembaga jual
beli tanah ‘kedok’ (strooman), yang seharusnya otomatis
‘demi hukum’ (van rechtswege) tidak berlaku lagi setelah
kemerdekaan Indonesia dan berlakunya UU No. 5/1960
(UUPA 1960). Notaris, karena ketidakpahamannya tentang
jiwa dan filosofi, UUD 1945 serta UUPA 1960, maka tidak
menyadari bahwa ‘demi hukum’ (van rechtswege) peraturan-
peraturan hukum Hindia Belanda, yang menyangkut
pertanahan serta keagrariaan, sudah tidak memiliki kekuatan
hukum berlakunya, apalagi yang telah dengan tegas dihapus.
Peraturan dan lembaga hukum Belanda yang otomatis ‘demi
hukum’ hapus dan tidak memiliki kekuatan hukum berlaku
itu adalah:
a. ajaran hukum ‘agraria antar golongan’ (agrarische intergentiel
recht), setelah berlakunya UU No. 5/1960,
b. penggolongan penduduk Negara sejak masa Hindia
Belanda, karena UUD 1945 hanya mengenal penduduk
Negara sebagai Warga Negara Indonesia (WNI),
c. hapusnya pembedaan jenis tanah Adat dan tanah Barat,
melalui ketentuan Konversi dari UU No. 5/1960,
d. hapusnya ‘Grondvervreemdingsverbod’ (S. 1875/179) tentang
larangan pengasingan tanah dari tanah Adat menjadi
tanah Barat, karena dicabutnya Agrarische Wet 1870 dan
Pasal 51 IS oleh UU No. 5/1960,
e. dicabutnya buku ke-II KUHPInd. sepanjang mengenai
pertanahan dan keagrariaan, kecuali hipotek, melalui
diktum keputusan angka 4, UU No. 5/1960.
Hipotek, kemudian tidak berlaku lagi dengan berlakunya
Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 tahun 1996.
Demikian juga karena diktum keputusan UU No. 5/1960 itu