Page 179 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 179
152 Herman Soesangobeng
eigendom’ adalah untuk dijadikan sama dengan hak ‘eigendom’
Belanda, namun pada masa pemerintahan Hindia Belanda,
tanah yang akan dikenakan hak ‘agrarisch eigendom’ itu tidak
perlu dimohonkan keputusan hakim untuk ditetapkan
kedudukan hukum tanahnya menjadi tanah dengan hak
kebendaan (zakelijk recht) seperti halnya pada permohonan
hak ‘eigendom’ BW/KUHPInd. untuk pribadi. Karena itu, hak
‘agrarisch eigendom’ itu tidak didaftarkan secara ‘rechtskadaster’,
maka tidak bisa juga digunakan sebagai agunan untuk
jaminan pinjaman modal di Bank Negara.
7. Pengembangan cabang ilmu ‘hukum antar golongan’
(intergentiel recht) dengan kekhususan untuk penyelesaian
masalah agraria maka disebut ‘hukum agraria antar
golongan’ (agrarisch intergentiel recht):
Sehubungan dengan penggolongan penduduk dan
penjenisan tanah serta peraturan larangan pengasingan
tanah, maka Kollewijn 96 menciptakan sebuah cabang
44
ilmu hukum khusus untuk menyelesaikan kerumitan
hubungan maupun sengketa pertanahan serta keagrariaan
di Hindia Belanda. Cabang ilmu hukum baru yang khusus
itu, dinamakan ‘hukum antar golongan’ (intergentiel recht).
Akan tetapi karena hukum pertanahan BW/KUHPInd. hanya
berlaku terhadap warga Negara Belanda dan orang Eropah
serta Timur Asing yang dipersamakan, maka subjek dan
objek ‘hukum antar golongan’ itu, pun dikhususkan terhadap
penyelesaian masalah keagrariaan antara golongan penduduk
Belanda, Eropah, Timur Asing dengan orang Bumputra.
Karena itu, ‘hukum antar golongan’ itu pun lalu disebut
‘hukum agraria antar golongan’ (agrarisch intergentiel recht).
Pokok pikiran dan dasar teori penyelesaian agraria
antar golongan itu, berpusat pada masalah perbuatan dan
hubungan hukum (rechtshandelingen en rechtsbetrekkingen)
44 R.D. Kollewijn, Intergentiel recht, Versamelde opstelen over
Intergentiel Privaatrecht, ‘sGravenhage-Bandung: 1955.