Page 176 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 176
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 149
Jadi apabila penjual tanah pemegang ‘notareel acte van
eigendom’, yang belum mencatatkan ‘acte’-nya ke dalam daftar
umum sehingga hanya memiliki hak ‘eigendom anggapan’
(vermoedelijkrecht van eigendom), maka pembelinya pun hanya
menerima ‘hak milik anggapan’ (vermoedelijk eigendom) saja.
Bahkan bilamana ternyata ‘acte van eigendom’ yang diajukan,
terbukti mengandung cacad hukum sehingga bisa berakibat
hukum ‘batal demi hukum’ (nietig van rechtswege) atau ‘batal
dengan sendirinya’ (nietig eo ipso), maka akta jual beli yang
dibuat Notaris, pun akan berakibat hukum sama yaitu ‘batal
dengan sendirinya’, sehingga tidak ada peralihan hak apapun
dari penjual kepada pembeli. Sebab dasar alasan sah menurut
hukum (rechts title) bagi perbuatan jual belinya tidak sah
39
maka akta jual belinya pun menjadi ‘nietig eo ipso’, sehingga
tidak ada hak apapun yang dialihkan oleh penjual kepada
pembeli.
6. Pemberian hak ‘milik agraria’ (agrarisch eigendom) kepada
orang Bumiputra yang sudah dipersamakan:
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 4 AW yang
dilanjutkan menjadi Pasal 51 IS tentang perlindungan
terhadap hak-hak orang Bumiputra atas tanah, disertai upaya
pelaksanaan politik ‘membawa orang Bumiputra ke dalam
pergaulan orang Belanda’, maka diciptakanlah sejenis hak
milik atas tanah khusus bagi orang Bumiputra yang disebut
sempurna seperti hak milik (dominium) kepada orang lain, apabila hak
yang dimilikinya hanya hak agraria yaitu hak sewa, hak pakai,
atau hak pinjam pakai, dan sebagainya. Jadi ada kekeliruan tafsir dan
kesalahan penggunaan konsep asas ‘nemo plus juris’ di Indonesia, yang
diwarisi dari zaman Belanda dengan sistim pendaftaran negatifnya.
39 Istilah ‘rechts titel’ ini lazim digunakan dalam praktek hukum
pertanahan di Indonesia dengan istilah ‘alas hak’. Padahal seharusnya
istilah ‘rechts titel’ itu diterjemahkan menjadi ‘alasan sah menurut
hukum/undang-undang’ yaitu bentuk perbuatan hukum yang ditetapkan
secara limitatif dalam BW/KUHPInd. berupa jual beli, persewaan, tukar
menukar, pinjam-meminjam, hibah, pewarisan, dan pemberian hak oleh
Negara. Gadai tanah, penggarapan tanah, menunggui tanah, bukan
‘rechts titel’ jadi tidak dapat dijadikan alasan sah untuk
memperoleh hak atas tanah.