Page 178 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 178
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 151
orang Belanda.
Pertimbangan politik hukum dan sosial inilah yang
menyebabkan diciptakannya sejenis hak baru bagi orang
Bumiputra, untuk memiliki hak milik atas tanah yang kelak
bisa dinyatakan setara kekuatan hukumnya dengan hak
‘eigendom’ Barat atau Belanda. Penggunaan kata ‘agraria’
di samping kata ‘eigendom’, adalah sebagai pembeda untuk
menunjukkan bahwa hak ‘eigendom’ itu hanya berlaku bagi
orang Bumiputra. Sedangkan penggunaan kata ‘eigendom’,
dimaksudkan sebagai petunjuk bahwa hak itu masih dalam
proses untuk bisa dinyatakan setara dengan hak ‘eigendom’ BW/
KUHPImd. dan tunduk pada ketentuan Pasal 570 KUHPInd.
Maka jenis hak baru itu lalu disebut ‘hak milik agraria’
(agrarisch eigendom). Demikianlah contoh proses penerjemahan
kembali bagi ‘pelembagaan kembali’ (re-institutionalized) atau
‘pelembagaan ganda’ (double institutionalization) hak ‘milik
adat’ (Inlandsch bezitsrecht) oleh pemerintah Hindia Belanda ke
dalam sistim hukum Negara Hindia Belanda. Singkatnya, hak
‘agrarisch eigendom’ adalah model kearifan pemerintah Hindia
Belanda dalam melaksanakan teori antropologi hukum yang
dijelaskan Bohannan 95, dalam proses membangun hukum
43
Negara nasional dari sumber-sumber budaya hukum lokal,
seperti hukum adat yang ada sebelum terbentuknya Negara
Nasional, agar sah diberlakukan dalam sistim hukum Negara
Nasional untuk seluruh waga Negara.
Hak milik agraria (agrarisch eigendom) itu, terbukti tidak
banyak digunakan oleh penduduk Bumiputra, karena orang
Bumputra tidak mengerti maksud dan tujuan pemerintah
Belanda. Selain itu karena proses perolehan hak ‘agrarisch
eigendom’ itu pun harus melalui proses administrasi berupa
permohonan hak kepada pemerintah Hindia Belanda,
yang enggan dilakukan oleh orang-orang Bumiputra pada
umumnya. Meskipun tujuan pembuatan hak ‘agrarisch
43 Paul J. Bohannan, The double institutionalization of law. Lexington:
University Press, 1980