Page 173 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 173
146 Herman Soesangobeng
Hasilnya, Hakim memutuskan B menang dan A
bersama C dihukum untuk mengembalikan tanah sengketa
kepada B. Pertimbangan hukumnya mengatakan bahwa A
terbukti adalah ‘bezitter’ pemegang ‘hak milik anggapan’
(vermoedelijke recht van eigendom), karena ‘acte van eigendom’-
nya baru didaftarkan pada 11 Juni 1919, sedangkan B telah
mendaftarkan ‘acte’-nya pada 2 Mei 1918. Maka ‘acte van
eigendom’-nya B telah memiliki ‘kekuatan hukum tetap’ yang
dilindungi Negara, sedangkan A tidak dilindungi. Karena itu,
A dikalahkan dan harus mengembalikan tanahnya kepada B.
Demikianlah contoh mengenai bukti pentingnya model
pencatatan ke dalam ‘daftar umum’, dengan akibat hukum
bagi mereka yang lalai mendaftarkannya ke dalam ‘daftar
umum’.
5.3.D.6.g. Ketidakpahaman atas arti ‘hak milik anggapan’
(vermoedelijke recht van eigendom):
Kompleksita pertalian hak ‘eigendom angapan’ (vermoedelijke
recht van eigendom) dengan sistim pendaftaran ‘rechtskadaster’
serta akibat hukumnya sebagai alat bukti hak, juga tidak
diajarkan kepada para penegak hukum orang Bumiputra
maupun para Advokat serta Notaris di Hindia Belanda.
Akibatnya, fungsi dan peranan serta akibat hukum dari
‘acte van eigendom’ yang tidak didaftarkan atau terlambat
didaftarkan ke dalam ‘daftar umum’, pun tidak banyak yang
menyadarinya. Maka lahir pengertian yang memahamkan
setiap ‘acte van eigendom’ adalah bukti hak milik ‘eigendom’
yang sah dan kuat serta dilindungi hukum.
Ketidakpahaman dan kurangnya kesadaran itu, juga
disebabkan karena masalah sengketa hak keperdataan atas
tanah di Hindia Belanda, sangat sedikit dan jarang terjadi,
dibandingkan dengan sengketa hukum di bidang hak
agraria. Di samping itu, karena situasi hukum pertanahan
dan keagrariaan di Hindia Belanda dengan kerumitan
penggolongan penduduk serta hukum yang berlaku,