Page 184 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 184
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 157
kemerdekaan, hanya meniru serta mewarisi kebiasaan yang
salah dan melanggar hukum dari masa Hindia Belanda,
namun dipandang benar dan sah.
7.2. Perjanjian ‘kedok’ (strooman) batal dengan sendirinya
(nietig eo ipso):
Setelah berlakunya UU No. 5/1960, sekalipun tidak
dengan tegas dikatakan bahwa lembaga ‘kedok’ (strooman)
itu dihapus, namun dengan dicabutnya sumber-sumber
dasar filosofi dan norma hukum Pertanahan dan Agraria
Belanda dalam hukum pertanahan BW/KUHPInd., berarti
UUPA 1960 pun melarang adanya praktek perjanjian tanah
yang bersifat ‘kedok’ (strooman) tersebut. Artinya, secara
hukum, akta Notaris atas tanah dalam hal ini salah satu
pihaknya orang asing sehingga menjadi sebuah perjanjian
‘kedok’, adalah melanggar hukum dan merupakan perbuatan
pidana. Dengan demikian, seharusnya akta notaris berupa
perjanjian ‘kedok’ itu, otomatis karena hukum (van rechtswege)
batal dengan sendirinya (nietig eo ipso). Sehingga perbuatan
hukum jual beli tanahnya pun, secara hukum dinyatakan
tidak pernah ada, atau mungkin hanya merupakan perjanjian
pinjam uang atau hutang-piutang. Bahkan Notaris pembuat
akta ‘kedok’ itupun seharusnya dikenai sanksi pidana
pelanggaran berdasarkan Hukum Pidana.
8. Perluasan berlakunya teori ‘domeinverklaring’ di luar Jawa
dan Madura:
Upaya menegakkan teori dan ajaran ‘tanah milik negara’
(staatsdomein) berdasarkan teori ‘domeinverklaring’ di daerah-
daerah kekuasaan ‘tidak langsung’ (nietrechtstreek bestuur gebied)
di luar Jawa-Madura, menimbulkan masalah perdebatan
45
antara tokoh penegak teori ‘hak milik negara’ Nols Trenite
yang didukung para Pamongpraja dari Binnenlandse Bestuur
45 G.J. Nols Trenite, De Indische Domeinverklaring, Wageningen: 1932;
vide. Inleiding tot de agrarische wetgeving vanhet rechtstreeksbestuurd gebied van
Nederlandsch-Indie, Weltevreden: Landsdrukkerij, 1920.