Page 320 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 320

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     293


               34.  Pelembagaan kembali  ajaran,  asas dan teori BW/
                   KUHPInd.:
                       Beberapa asas, ajarandan teori hukumBW/KUHPInd.
                    tentang kedudukan,  hak dan kewajiban pejabat Negara,
                    masih bisa dilembagakan kembali secara terpilih. Pilihannya
                    adalah sepanjang mengenai  ajaran hukum  yang netral  dan
                    umum dianut dalam sistim hukum dunia, seperti perbedaan
                    kedudukan  maupun  hak pejabat Negara di bidang perdata
                    dan  publik,  tetap  bisa dianut  dan  dilembagakan  kembali.
                    Namun asas-asas, ajaran dan teori tentang  kekuatan  hukum
                    mengikat  dari  perbuatan  hukum  pejabat  Negara dalam
                    hukum perjanjian atas tanah, tidak dapat dianut untuk
                    dilembagakan kembali. Sebab, dasar filosofi, asas-asas, ajaran,
                    maupun teorinya sangat berbeda  dengan  filosofi,  asas-asas,
                    ajaran,  dan  teori  Hukum  Pertanahan Adat, yang menjadi
                    sumber dasar pembentukan serta pengembangan Hukum
                    Pertanahan serta Keagrariaan Nasional Indonesia.

               35. Pelembagaan kembali jual  lepas ke dalam  Hukum
                   Pertanahan Nasional:
                       Penerjemahan kembali persyaratan   hukum   pertanahan
                    adat  dalam  perbuatan  hukum  jual lepas pun,  harus
                    dilembagakan kembali menjadi persyaratan bagi perbuatan
                    hukum dalam sistim Hukum Pertanahan Nasional Indonesia.
                    Dengan demikian, pejabat PPAT yang berwenang dan
                    bertugas dalam  pembuatan  akta  tanah,  pun  berkewajiban
                    untuk  meneliti  dengan  jeli terpenuhinya    kesebelas   syarat
                    jual  lepas  adat,  agar  akta  tanah  yang dibuatnya tidak
                    mengandung ‘cacad hukum’ dengan akibat terkena sanksi
                    hukum  ‘batal’ baik ‘karena/demi  hukum’  (van rechtswege)
                    ataupun ‘dengan sendirinya’ (nietig eo ipso).
                       Demikian pula, asas ‘jual lepas’ adat itu pun mengajarkan
                    bahwa ‘penjual’ tanah, tetap harus bertanggungjawab  atas
                    cacad-cacad  tersembunyi,   yaitu persyaratan hukum  yang
                    tidak/atau  belum  dijelaskan penjual kepada  pembeli,  pada
   315   316   317   318   319   320   321   322   323   324   325