Page 316 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 316
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 289
hanya mempunyai kewenangan dan kewajiban publik
mengurus tanah milik rakyat yaitu WNI, dengan hak
‘menguasai’ yang sama dengan hak ‘kepunyaan’. Karena
itu, Negara RI belum berhak menjadi pemegang hak
milik penuh untuk memiliki tanah sebagai pemilik
tanah tertinggi, sehingga layak berkewenangan hukum
mencabut hak kepemilikan tanah WNI-nya. Jadi Negara dan
Pemerintah RI, secara konstitusional tidak berhak melakukan
pencabutan hak milik WNI.
31. Negara RI berhak membatasi kemutlakan penggunaan
hak milik:
Sekalipun Negara RI, secara konstitusional tidak memilik
dasar hukum berupa ‘right of emminens domain’ sehingga tidak
berhak melakukan pencabutan hak milik tanah WNI-nya,
namun sebagai pemegang kekuasaan kedaulatan tertinggi
dari Negara, Negara RI berhak melakukan pembatasan
terhadap kemutlakan penggunaan hak milik atas tanah.
Menurut Pitlo , pencabutan hak milik (onteigening) itu
9
hakekatnya adalah pembatasan terkeras atas kemutlakan
hak ‘eigendom’. Jadi makna pencabutan itu, tidak sama artinya
seperti mencabut tanaman dengan akar-akarnya. Maka untuk
Indonesia, kekuasaan membatasi dengan keras penggunaan
hak milik itu pun bisa dilakukan.
Pembatasan kekuasaan memiliki itu dalam hukum
adat juga dikenal dan ditegakkan melalui dua ajaran dasar,
pertama ajaran tentang fungsi sosialnya hak milik; dan kedua,
dari ajaran keabadian pengaruh kekuasaan mengatur dari
masyarakat hukum atas tanah. Ajaran hukum pertanahan
adat inilah yang ditafsirkan dan dilembagakan kembali ke
dalam sistim hukum pertanahan nasional, dalam hal ini
Negara RI sudah ditetapkan secara konstitusional menjadi
penguasa dengan hak menguasai tanah dan tidak sebagai
pemilik tanah.
9 Pitlo, Het Zakenrecht, Haarlem: Tjeenk Willink, 1934.