Page 314 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 314
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 287
itu, perolehan tanah dari WNI oleh Negara dan Pemerintah
RI maupun Pengusaha Swasta, haruslah dilakukan melalui
lembaga jual beli tanah sebagai lembaga pemutusan
hubungan hak keperdataan WNI atas tanah miliknya.
Dengan demikian, penggunaan lembaga ‘pembebasan tanah’
dengan ‘ganti rugi’ serta ‘pelepasan hak’ yang merupakan
penerjemahan keliru dan salah dari lembaga hukum
agraria kolonial Belanda terhadap WNI, itu merupakan
pelanggaran atas Hak Asasi WNI (HAWNI) atas tanah
miliknya serta HAM, setelah kemerdekaan Indonesia oleh
Negara dan Pemerintahan RI terhadap WNI-nya.
29. Negara RI tidak memiliki hak kepemilikan tertinggi atas
tanah:
Dampak langsung dari teori kepemilikan ‘de facto-
de jure’ inipun merubah dan menggantikan ajaran teori
‘domeinverklaring’ yang menjadi dasar hukum bagi Negara
menjadi pemilik tanah sebenarnya yang tertinggi. Suatu
ajaran kepemilikan yang menyebabkan Negara memiliki
hak berupa kekuasaan untuk memiliki kewenangan
hukum ‘mencabut hak milik’ individu (right of exppropriation-
Ingg., onteigeningsrecht-Bld.) atas tanah milik warga
negaranya untuk kepentingan umum, berdasarkan ajaran
hak ‘kepemilikan tertinggi’ (right of emminens domein-Ingg.,
ultimum domain-Lat.). Karena konstitusi dasar negara RI
dalam Pasal 33 UUD 1945, telah menetapkan bahwa Negara
Republik Indonesia hanya memiliki hak ‘menguasai tertinggi’
atas tanah, untuk digunakan bagi setinggi-tingginya
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Jadi Negara RI, tidak
memiliki hak konstitusional untuk menjadi pemilik tertinggi
(right of emminens domein) atas seluruh tanah dalam wilayah
kekuasan hukum (territorial jurisdiction) Negara Indonesia.
30. Negara Republik Indonesia tidak berhak mencabut hak
milik WNI:
Tafsiran yang taat asas pada filosofi Pancasila, UUD 1945,