Page 310 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 310

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     283


                    hak pakai adat dari hak perorangan menjadi  hak  kebendaan
                    lewat  keputusan  hakim  perdata  pada  pengadilan negeri
                    atau  peradilan  umum.  Untuk  Indonesia,  perubahan status
                    hak agraria dari ‘hak perorangan’ (persoonlijk recht) menjadi
                    hak yang bersatus hukum dengan sifat ‘kebendaan’ (zakelijk
                    recht), dilakukan melalui UU No. 5/1960, Pasal 16 huruf b
                    dan c, dengan nama ‘Hak Guna Usaha’ (HGU) dan ‘hak
                    guna Bangunan’ (HGB), disertai rincian kekuasaan maupun
                    kewenangan hukum yang dirinci dalam pasal-pasal 28-40.
                       Akan tetapi kedua hak baru yang bersumber pada filosofi
                    hukum  perdata BW/KUHPInd.  yaitu  HGU dan   HGB,
                    harus   diganti   dengan  hak   yang bersumber pada hukum
                    pertanahan adat Indonesia yaitu Hak Pakai. Karena HGU
                    dan HGB adalah hak ‘erfpacht’ dan ‘recht van   opstal’ yang
                    menggunakan  kata bahasa Indonesia,  akan tetapi  hakekat
                    makna  dan  isi filosofi  dan  teorinya,  adalah hukum  agraria
                    Hindia Belanda yang bersumber pada BW/KUHPInd. Sumber
                    hukum agraria itu sudah dicabut oleh UU No. 5/1960, karena
                    itu setiap hak yang bersumber pada dasar hukum agraria
                    Belanda itupun sebenarnya sudah tidak memiliki kekuatan
                    hukum berlakunya.
               26.  Perjanjian kerja:
                       Karena tujuan perjanjian agraria,  adalah untuk
                    mengerjakan tanah dan mengambil hasilnya, maka dalam
                    perjanjian ini diperlukan adanya perjanjian kerja. Perjanjian
                    kerja adalah kesepakatan antara  pemegang hak atas tanah
                    dengan orang yang akan mengerjakan tanah, disertai
                    persetujuan upah kerja dengan syarat pembayaran tertentu.
                    Maka orang yang mengerjakan tanah, adalah pekerja, bukan
                    penggarap (bewerker) dengan ‘hak garap’ (bewerkers  recht),
                    seperti pada masa kolonial Belanda. Hak garap dan penggarap
                    tanah, hanya  terjadi   di  antara  pemilik   tanah  dengan
                    pekerja  yang  bukan  pemilik tanah. Orang Bumiputra pada
                    masa kolonial Belanda, disebut ‘penggarap’ (bewerkers)  tanah,
   305   306   307   308   309   310   311   312   313   314   315