Page 305 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 305

278     Herman Soesangobeng

                 tanah dan pulau oleh WNI kepada WNA seperti yang terjadi
                 di Sumbawa maupun di Mentawai, pun otomatis batal demi
                 hukum (nietig eo ipso). Ketentuan hukum yang melarang jual
                 beli ‘strooman’ atau ‘nominee’ itu pun,  merupakan  asas  dan
                 ajaran  hukum  pertanahan  adat  yang  telah dilembagakan
                 kembali (reinstitutionalized  and doubleinstituitonalized) oleh
                 UUPA 1960 dalam Pasal 26 ayat 2. Maka teori ‘de facto-de
                 jure’, bersifat menegaskan  hak  asasi  WNI  dan  HAM  serta
                 mengukuhkan  penegakkan norma hukum Pasal  21 ayat 1
                 dan 26 ayat 2 dalam hubungan jual beli tanah.

            22. Pelembagaan  kembali  lembagai  jual  tanah ke dalam
                 Hukum Pertanahan Nasional:
                    Konsep yuridis ‘perbuatan kontan’ dalam jual beli tanah
                 itu, perlu dilembagakan kembali menjadi norma hukum dalam
                 Hukum Pertanahan Nasional Indonesia. Dengan demikian,
                 semua perbuatan jual beli tanah, haruslah dilakukan dengan
                 memenuhi persyaratan penyerahan tanah maupun peralihan
                 hak milik dari penjual sebagai pemilik asal kepada pembeli
                 sebagai pemilik baru. Hal ini harus dilakukan karena, tanah
                 adalah benda tetap dan perjanjian tanah dalam bentuk
                 jual beli tanah, secara otomatis melahirkan hak kebendaan
                 (zakelijk recht), sehingga  penyerahan tanahnya pun harus
                 memenuhi  persyaratan  hukum  yang disebut  ‘mancipatio’
                                                                       6
                6    Tradisi   ‘mancipatio’    itu    dilakukan   dalam    sistim    hukum
            Romawi  sebagai  suatu  tata  cara khusus yang harus dilakukan untuk
            menyempurnakan jual beli atas benda tetap (res mancipi) seperti  tanah,
            rumah,  kuda,  budak  ataupun  ternak  lainnya.  Tata  caranya  dilakukan
            dalam  hal ini  pembeli  dan  penjual menyatakan  kehendaknya  saling
            menjual dan membeli benda tetap, dengan dihadiri  oleh  5  orang  saksi
            dan  seorang  pemegang  timbangan  yang  disebut  ‘libripens’. Selanjutnya
            penjual   dan   pembeli   saling   bertukar   kalimat   menyatakan   penyerahan
            dan penerimaan kepemilikan mereka atas benda yang diperjual-belikan.
            Pembeli kemudian  memukul timbagan di tangan ‘libripens’ dengan
            sepotong tembaga, sebagai symbol pembayaran dan penyerahan  benda
            yang  diperjanjikan.   Tradisi   ‘mancipatio’   inilah  yang  dilembagakan
            kembali dalam  sistim  hukum  komon,  civil  Perancis,  Belanda,  Jerman,
            dsb.  namun  diterjemahkan  ke dalam bahasa hukum mereka sendiri,
            seperti untuk Belanda disebut ‘juridische levering’.
   300   301   302   303   304   305   306   307   308   309   310