Page 309 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 309
282 Herman Soesangobeng
sebagai jaminan agunan kredit modal usaha dari Bank.
Konsep perubahan hak agraria BW/KUHPInd. inilah
yang diadopsi UU No. 5/1960 (UUPA 1960) dan diciptakan
dua hak yang mirip dengan hak agraria ‘erfpacht’ dan ‘recht
van opstal’ yaitu ‘hak guna usaha’ (HGU) dan ‘hak guna
bangunan’ (HGB) yang diatur dalam pasal-pasal 28-
40. Fakta itu membuktikan bahwa filosofi, asas dan ajaran
hukum pertanahan dan keagrariaan BW/KUHPInd. telah
dilembagakan kembali menjadi norma hukum agraria
nasional Indonesia oleh UU No. 5/1960. Padahal, filosofi,
asas dan ajaran yang dijadikan sumber diciptakan hak guna
usaha dan hak guna bangunan, bertentangan dengan filosofi,
asas dan ajaran Hukum Pertanahan Adat Indonesai yaitu
hak pakai. Karena itu, pelaksanaan penegakkan hak guna
usaha dan hak guna bangunan, senantiasa melahirkan
sengketa hukum, sebab bertentangan dengan tuntutan
minimum rasa keadilan masyarakat sebagai rakyat
Indonesia yang tercermin dalam Hukum Pertanahan dan
Keagrariaan Adat. Jadi lembaga hak guna usaha (HGU) dan
hak guna bangunan (HGB) harus diganti dan diubah menjadi
lebih mencerminkan rasa keadilan masyarakat yang
sudah berstatus hukum sebagai WNI.
Perubahan hak HGU dan HGB itu, adalah diubah menjadi
hak pakai menurut filosofi, asas dan ajaran Hukum Pertanahan
Adat Indonesia, yang diterjemahkan dan ditafsirkan secara
kontemporer. Penafsiran kembali secara kontemporer itu
mengartikan hak pakai adat yang dibedakan antara hak pakai
agraria berjangka waktu dengan yang tanpa batas waktu
yaitu selama masih digunakan. Hak pakai tanpa batas waktu
itu, dalam ajaran hukum pertanahan adat, bisa dijadikan hak
kebendaan melalui perbuatan hukum perjanjian peralihan
hak dan penyerahan tanah. Proses mana, setelah berlakunya
UU No. 5/1960, maka lahirnya hak kebendaan itu lahir
beerdasarkan keputusan undang-undang dan peraturan
pemerintah. Jadi tidak diperlukan perubahan status hukum