Page 304 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 304

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     277


                    ‘perjanjian  tanah’  berupa  kesepakatan  kontrak    perikatan
                    hukum  (verbintenis);  sedangkan,  perbuatan  hukum  atas
                    tanah sebagai benda bergerak atau  tidak  tetap,  dilakukan
                    berdasarkan  kesepakatan  (overeenkmosten),  dalam  hal ini
                    bentuk hukumnya berupa ‘perjanjian yang ada hubungannya
                    dengan tanah’.  Bentuk  perjanjian  ini disebut  juga perjanjian
                    agraria, karena tujuannya adalah untuk mendapatkan tenaga
                    kerja, hasil panen,  ataupun uang melalui hubungan gadai
                    tanah.

               21.  Jual beli tanah hanya oleh dan di antara pemilik tanah
                   yaitu WNI:
                       Konsekwensi   hukum   dari   filosofi,   asas,   ajaran,
                    dan   teori   Hukum Pertanahan  Adat  mengenai  perbuatan
                    hukum  yang  sudah  diterjemahkan  untuk dilembagakan
                    kembali melalui teori ‘de facto-de jure’, adalah bahwa hubungan
                    perbuatan hukum ‘perjanjian tanah’, hanya boleh dilakukan
                    oleh dan di antara para pemilik tanah, baik pemilik ‘de facto’
                    maupun ‘de jure’. Maka  jual  beli  tanah,  hanya  sah  berlaku
                    di  antara   sesama  WNI,   karena mereka  adalah pemilik
                    tanah sebenarnya. Hubungan perolehan hak dan pemutusan
                    hubungan  keperdataan  berupa  ‘hak  jual  beli  hanya  di
                    antara pemilik tanah’ ini, merupakan asas dan ajaran hukum
                    adat yang telah dilembagakan kembali (reinstitutionalized and
                    doubleinstituitonalized) oleh UUPA 1960 dalam Pasal 21 ayat
                    1.
                       Maka jual beli di antara WNI dengan orang asing atau
                    WNA, tidak dibenarkan karena melanggar hukum, sehingga
                    perbuatan   hukumnya otomatis  batal  demi  hukum (nietig
                    eo  ipso),  dan  tidak  mempunyai  akibat hukum apapun baik
                    atas tanah maupun terhadap WNI pemilik tanah. Dengan
                    ketentuan ini, maka tertutup  kemungkinan terjadinya
                    perjanjian ‘kedok’ (strooman)  yang marak terjadi  pada masa
                    kolonial  Belanda,  dan kini ada Notaris yang melakukannya
                    dalam bentuk perjanjian ‘nominee’.   Demikian juga, penjualan
   299   300   301   302   303   304   305   306   307   308   309