Page 299 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 299
272 Herman Soesangobeng
harus diartikan bukan sebagai tanah milik Negara menurut
teori ‘domeinverklaring’, melainkan tanah ‘kepunyaan’
Negara untuk disediakan, ditetapkan penggunaan maupun
pemanfaatannya oleh WNI.
Jadi struktur hak kepemilikan dalam sistim hukum
pertanahan Indonesia hanya hak milik dan hak kepunyaan.
Bentuk hubungan hukum hak milik, adalah menguasai
tanah dengan kekuasaan dan kewenangan bertindak terkuat
dan terpenuh tanpa batas waktu kepemilikannya sebagai
objek harta kekayaan, terhadap hak menguasai dari Negara.
Istilah bahasa hukum untuk nama hubungan kepemilikan
itu adalah ‘hak milik’. Karena itu hak milik, adalah
hak kebendaan yang bisa dimiliki orang sebagai pribadi
hukum (corpus). Adapun hak kepunyaan, adalah awal dari
proses penguasaan tanah sebagai penguasa atau tuan yang
kemudian diakui masrakat atau Negara menjadi hak milik
yang penuh dan kuat atas pengaruh kekuasaan masyarakat
atau Negara. Sedangkan bentuk hubungan hukum bagi hak
agraria, adalah menguasai tanah dengan kekuasaan dan
kewenangan untuk memakai dan memanfaatkan tanah agar
berguna dan menghasilkan hasil yang bermanfaat, dengan
batas waktu ataupun tanpa batas waktu pemakaiannya.
Maka istilah bahasa hukum untuk nama hubungan agraria
itu adalah ‘hak pakai’.
Hak pakai ini, bisa digunakan untuk hubungan usaha
perdagangan atau untuk diusahakan sendiri dalam hal ini
hasil tanahnya dinikmati sendiri ataupun diperdagangkan.
Hak pakai untuk perdagangan itu, harus diubah status
hukumnya dari hak perorangan menjadi hak kebendaan
sehingga bisa dijadikan agunan jaminan peminjaman
modal usaha, baik dalam usaha pertanian maupun untuk
membangun bangunan atas tanah milik orang lain. UUPA
1960, menerjemahkan istilah bahasa hukum untuk hak pakai
dalam usaha pertanian, disebut ‘hak guna usaha’, sementara
yang untuk memiliki bangunan disebut ‘hak guna bangunan’.