Page 303 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 303
276 Herman Soesangobeng
Undang-Undang (rechtstitel) , yang dalam praktek digunakan
5
istilah ‘alas hak’, bagi suatu perbuatan atas tanah yang
berakibat hukum. Sifat perbuatan hukumnya pun, dibedakan
antara perbuatan hukum atas tanah sebagai benda tetap
dengan hak kebendaan yaitu hak milik; dengan perbuatan
atas tanah sebagai benda bergerak, yang merupakan hak
perorangan yaitu hak agraria. Perbuatan hukum atas
tanah sebagai benda tetap, harus dilakukan dalam bentuk
5 Dalam praktek, pejabat BPN menggunakan terjemahan yang
salah dari istilah hukum BW ‘rechtstitel’ menjadi ‘alas hak’, maka yang
diminta sebagai alat bukti perbuatan hukum adalah akta jual beli, akta
hibah, surat lelang, dan sebagainya. Padahal, arti sebenarnya dari
‘rechtstitel’ adalah dasar atau alasan sah bagi perbuatan hukum
yang bentuknya telah ditetapkan dalam undang-undang yaitu BW.,
sehingga merupakan ‘alasan sah menurut hukum’. Maka alih bahasa
atau terjemahan yang lebih tepat atas istilah ‘rechtstitel’ adalah ‘dasar
hukum’, atau ‘alasan hukum’ (vide H. van der Tas, Kamus Hukum
Belanda-Indonesia. Djakarta: Timun Mas, 1961). Rechtstitel itu dalam BW,
ditegaskan bentuk hukumnya yaitu jual-beli, hibah, warisan, pertukaran.
Kemudian untuk penetapan sifat benda menjadi hak kebendaan (zakelijk
recht) dalam hubungan perdagangan dan pemilikan hak ‘eigendom’,
diberikan kewenangan hukum kepada Hakim Pengadilan Negeri
(Landraad/Raad van Justitie) untuk menetapkan, dalam hal ini bentuk
keputusannya disebut ‘beschikking’. Maka untuk hak ‘eigendom’ harus ada
‘eigendom beskking’, bagi Notaris sebagai dasar hukum untuk membuatkan
bukti hak ‘eigendom’ yang disebut ‘acte van eigendom’. Demikian pula
terhadap hak-hak agraria Belanda/BW yaitu ‘erfpacht’ dan ‘rechts
van opstal’ yang hakekatnya merupakan hak perorangan (persoonlijk recht),
pun harus ada keputusan Hakim untuk menjadikannya bersifat hak
kebendaan (zakelijk recht), agar dapat dijadikan agunan pinjaman modal
di Bank. Hak agraria Belanda/BW ‘erfpacht’ adalah untuk memiliki
perkebunan di atas tanah milik Negara, sedangkan ‘recht van opstal’ hak
untuk mendirikan bangunan diatas tanah milik orang lain. Jadi pejabat
BPN telah salah menggunakan terjemahan istilah ‘rechtstitel’ menjadi
‘alas hak’, sehingga bukan perbuatan hukumnya yang dinilai melainkan
alat bukti bagi perbuatan hukumnya saja yang dilihat. Maka baik pejabat
BPN maupun Notaris/PPAT, mengelak untuk menilai kewajiban penjual
untuk menanggung cacat yang tersembunyi dari tanah yang dijual. Sama
juga dengan kekeliruan menilai ‘acte van eigendom’, yang diterima tanpa
menilai keabsahannya; sebab baik pejabat BPN maupun Notaris/
PPAT, tidak pernah diajarkan untuk menilai keabsahan ‘acte van eigendom’,
dalam memastikan apakah ‘ate van eigendom’ itu sah ataukah cacat hukum
sehingga termasuk ‘acte van eigendom’ yang ‘nietig van rechtswege’ ataukah
‘nietig eo ipso’ (batal dengan sendirinya).