Page 298 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 298
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 271
kekuatan hukum dari kedua hak ini sudah merupakan hak
pribadi yang diakui sah menurut hukum adat, walaupun
tetap terikat pada hak kekuasaan masyarakat hukum. Dalam
situasi hukum nasional dalam hal ini Negara berfungsi
sebagai pengganti masyarakat hukum adat, maka kekuasaan
masyarakat adat maupun kerajaan-kerajaan lokal itu pun
beralih menjadi kekuasaan hukum dari Negara Kesatuan
RI, sehingga sistim hukum pertanahan nasional Indonesia
pun hanya mengakui keberadaan dua hak keperdataan
atas tanah yaitu hak milik dan hak pakai.
17. Jenis hak kepemilikan tanah:
Konsekwensi hukum dari teori ‘de facto-de jure’ dengan
WNI adalah pemilik tanah sebenarnya, sedangkan Negara
hanya memiliki hak menguasai sebagai empunya tanah,
maka hak kepemilikan atas tanah pun hanya terdiri atas
tanah dengan hak milik dan hak kepunyaan. Hak milik
dimiliki oleh WNI sedangkan Negara RI menjadi pemegang
hak kepunyaan yang disebut ‘hak menguasai dari negara’
(HMDN) dalam Pasal 2 UU No. 5/1960 (UUPA 1960).
Hakekat dari ‘hak menguasai dari Negara’ itu, adalah hak
agraria. Karena Negara, berdasarkan Pasal 33 UUD 1945,
hanya berfungsi dan berperan sebagai pengatur dalam
penyediaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah oleh WNI.
Sebagai pemilik sebenarnya atas tanah, WNI tidak harus
membuktikan hak kepemilikan pribadinya dengan memiliki
sertipikat hak milik (SHM). Demikian juga terhadap Negara
sebagai pemegang hak ‘kepunyaan Negara’, pun tidak perlu
dibuktikan dengan sertipikat hak kepunyaan. Karena
‘hak menguasai dari Negara’ (HMDN), tidak merupakan
satu jenis hak yang berkekuatan hukum sebagai hak
kebendaan (zakelijk recht), melainkan merupakan hak agraria
perorangan (persoonlijk recht) untuk mengatur penggunaan
serta pemanfaatan tanah, dan bukan memiliki. Dengan
demikian, penggunaan istilah hukum ‘tanah negara’ pun