Page 322 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 322
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 295
besluit’, ‘particulier acte van eigendom’, dan sebagainya; termasuk
keputusan pemberian hak ‘bengkok’, ‘gogol’, dan sebagainya itu,
hanya merupakan alat ‘bukti petunjuk’ (verwijzen) tentang
adanya hubungan hukum yang pernah ada, namun tidak
memiliki kekuatan mengikat (niet binden). Jadi pejabat
penegakkan hukum pertanahan dan agraria Indonesia,
tidak perlu terikat untuk menggunakan alat-alat bukti hak
itu sebagai bukti hak yang kuat, namun harus memberikan
tafsiran baru secara kontemporer dengan menggunakan
teori ‘de facto-de jure’ bagi penegakkan hukum terhadap rakyat
Indonesia sebagai WNI.
Perubahan itu adalah untuk menyederhanakan konsep
serta tafsiran atas dokumen hukum lama, untuk dinilai dengan
menggunakan teori ‘de facto-de jure’ serta kedudukan WNI
sebagai pemilik sebenarnya atas tanah. Hal ini diperlukan,
untuk mencegah dan mengakhiri perbedaan tafsir maupun
penggunaan alat bukti hak dan kewajiban hukum yang
lama sejak masa kolonial Hindia Belanda, yang sebenarnya
sudah ‘kehilangan kekuatan hukum mengikatnya’ (ontbinden
bewijs kracht), namun masih tetap dipergunakan dengan
menggunakan tafsiran dengan logika serta paradigma hukum
BW/KUHPInd. maupun praktek hukum agraria kolonial
Belanda, oleh pejabat hukum Negara RI terhadap rakyat
Indonesia sebagai WNI.