Page 327 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 327

300     Herman Soesangobeng

                 manusia dan tanah. Hal inilah yang menyebabkan Soepomo
                 (1962) menerjemahkan kedudukan, fungsi dan peranan kepala
                 adat sebagai, ‘bapak masyarakat’ , dalam hal ini hubungan
                                               5
                 peranan serta fungsi manusia dengan tanahnya, merupakan
                 satu hubungan kesatuan hidup bersama yang saling tolong
                 menolong secara bersama dalam usaha pengambilan hasil
                 tanah  Bertling (1974),  menyebut pimpinan  hubungan
                      6
                 itu  sebagai ‘pendeta  tanah’ (grondpriester) , karena fungsi
                                                         7
                 dan peranannya untuk menyatukan dunia manusia yang
                 nyata dengan alam  roh yang gaib sebelum melakukan
                 suatu tindakan hukum atas tanah dan masyarakat. Suatu
                 penyatuan kepemimpinan  masyarakat dalam hukum adat,
                 yang oleh Clarck Cunningham (1965) disebut sebagai sistim
                 pemerintahan ‘diarchy’ , yaitu satu kesatuan menyatu antara
                                      8
                 dua pimpinan beda jenis kelamin laki dan perempuan dengan
                 berbeda fungsi dan peran, namun harus bersatu dalam setiap
                 tindakan menjaga keamanan masyarakat dan peningkatan
                 kemakmuran warga masyarakat.

            4.    Strategi dan model penanganan masyarakat hukum adat:
                    Masalah penting yang unik untuk Indonesia,  adalah
                 strategi dan model penanganan terhadap ‘masyarakat
                 hukum  adat’  (rechtsgemeenschappen) dengan hak-hak atas
                 tanahnya.  Keunikannya terletak pada model peralihannya
                 dari  organisasi  kekuasaan  masyarakat  setempat  atau  lokal
                 dengan dasar ikatan kekerabatan hubungan  darah ataupun
                 tempat  tinggal,  dibawa  ke  dalam  pengaruh  hukum  Negara
                 yang bersifat teritorial nasional yang bebas  dari pengaruh
                 ikatan hubungan darah atau kekerabatan dalam menentukan
                 kedudukan hukum orang sebagai anggota warga masyarakat

                5    R. Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, ibid., hlmn. 53-54.
                6    R. Soupomo, Hubungan individu dan masyarakat dalam hukum adat,
            ibid. hlmn.12.
                7    C.Tj. Bertling,  Pendeta  Tanah, Seri  terjemahan LIP-KITLV No.
            47, Jakarta: Bhratara, 1974, hlmn. 11.
                8    Clarck Cunningham, Order and Change in an Atoni Diarchy, ibid.
            360.
   322   323   324   325   326   327   328   329   330   331   332