Page 330 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 330
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 303
yang dijadikan harta tinggi (harato tinggi), untuk selamanya
tanpa batas waktu, diwariskan kepada segenap anggota
keluarga keturunan pemilik tanah asal (anak kamanakan)
dari garis keturunan ibu asal (ibu/bundo kanduang), tidak ikut
dilembagakan kembali. Jadi, hanya istilah ‘hak ulayat’ saja
yang dilembagakan kembali, tanpa isi makna maupun filosofi
dasar hukumnya. Karena itu, penggunaan istilah ‘hak ulayat’
dalam sistim hukum agraria nasional Indonesia, adalah
contoh bentuk pelembagaan kembali lembaga adat ke dalam
sistim hukum nasional NKRI.
Adapun pelembagaan ganda (double institutionalization),
adalah proses memberlakukan kembali lembaga dan norma
hukum adat yang diberlakukan dalam sistim hukum nasional,
tanpa perubahan rumusan isi norma maupun nama lembaga
adatnya, sehingga berlaku sah secara nasional dalam seluruh
wilayah Negara, erhadap segenap warga negara. Maka
pelembagaan ganda itu, melembagakan kembali nama
lembaga beserta rumusan isi norma adat tradisionalnya
tanpa perubahan, ke dalam sistim hukum nasional dan
berlaku bagi seluruh wilayah dan warga Negara Indonesia.
Sebagai contoh, misalnya lembaga ‘jual dengan hak membeli
kembali’ yang dalam hukum adat disebut ‘gade’. Lembaga
adat ‘gade’ tanah itu, diterima dan dilembagakan kembali
baik istilah namanya maupun isi konsepsi hukumnya berupa
‘hak membeli kembali’, yang sepenuhnya dirumuskan dalam
Pasal 7 UU No. 56 Prp. 1961 tentang Landreform. Maka
pelembagaan kembali lembaga hukum adat ‘gade’ tanah itu
diberlakukan, tidak hanya istilah namanya, melainkan juga
isi makna konsep hukumnya.
Itulah contoh pelembagaan ganda (double
institutionalization), lembaga adat lokal menjadi lembaga
hukum dalam sistim hukum nasional.