Page 335 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 335

308     Herman Soesangobeng

                 yaitu hanya untuk hak agraria dengan kewajiban membayar
                 bagi hasil  yang Van Vollenhoven  menyebutnya ‘retributie’.
                 Sedangkan  terhadap warga masyarakat  hukum  sendiri,
                 kewajibanmembayar ‘recognitie’ atau ‘retributie’ itu,  hanya
                 kadang-kadang saja diberlakukan  yaitu  bilamana tanah
                 masyarakat hukum digunakan untuk kepentingan  dagang,
                 sehingga  bisa  merugikan  haknya  warga  masyarakat hukum
                 adat lainnya. Jadi kewajiban pembayaran ‘recognitie’ sebagai
                 bentuk pengakuan dan penghargaan atas kekuasaan masyarakat
                 hukum atas tanah itu,  hanya  diberlakukan  terhadap  orang
                 asing  bagi  perolehan  hak  agraria saja,  sebab mereka tidak
                 boleh menjadi pemilik  tanah  yang dikuasai masyarakat
                 hukum  adat.  Jadi kekeliruan penggunaan lembaga hukum
                 pertanahan adat ‘recognitie’ itu,  adalah karena diperlakukan
                 terhadap WNI dan atas  semua  jenis  hak  termasuk hak
                 milik,  sehingga Negara  RI diperlakukan sebagai pemilik tanah
                 tertinggi sesuai dengan teori ‘domeinverklaring’.  Penggunaan
                 lembaga  ‘recognitie’  seperti  itu, bertentangan dengan filosofi
                 perubahan struktur serta organsasi masyarakat hukum yang
                 sudah berubah menjadi satu kesatuan masrakat politik dalam
                 NKRI. Karena itu, seharusnya lembaga ‘recognitie’ yang keliru
                 diterjemahkan  menjadi  pembayaran ‘uang  pemasukan’  itu,
                 tidak diberlakukan terhadap WNI.

            10.  Strategi ‘membawa ke dalam pengaruh hukum nasional’:
                    Sehubungan dengan perubahan struktur  sosial dan
                 bentuk organisasi masyarakat dari masyarakat adat
                 tradisional menjadi kesatuan Negara nasional dengan filosofi
                 Pancasila,  maka perlu disepakati  strategi  penyatuan  untuk
                 membawa  keragaman  organisasi  masyarakat  dengan hak-
                 hak tanahnya  ke dalam pengaruh sistim hukum NKRI.
                 Strategi ‘membawa ke dalam pengaruh sistim hukum nasional
                 Negara’ itu dilakukan di Australia, dalam perubahan sistim
                 hak yang lama di bawah ‘Crown land title’ ke dalam pengaruh
                 hukum pertanahan nasional baru dengan sistim pendaftaran
   330   331   332   333   334   335   336   337   338   339   340