Page 333 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 333
306 Herman Soesangobeng
rechtswege) adalah WNI pemilik tanah asal. Maka politik
pembedaan golongan penduduk Hindia Belanda (Eropah,
Timur Asing, Bumiputra) pun otomatis demi hukum (van
rechtswege) batal dengan sendirinya (nietig eo ipso). Artinya,
penghapusan politik kependudukan Hindia Belanda itu,
tidak perlu dilakukan melalui peraturan atau undang-undang
khusus untuk ‘menyatakan tidak berlakunya’ (nietig van
rechtswege) politik kependudukan Negara Hindia Belanda.
Dengan demikian, semua bentuk peraturan serta perbuatan
hukum yang dilakukan di antara WNI maupun antara WNI
dan orang asing (WNA), tidak boleh lagi menggunakan asas
dan ajaran diskriminasi golongan penduduk, tetapi harus
berlandaskan pada hukum nasional NKRI.
Dasar hukumnya adalah karena hakekat filosofi, asas
dan ajaran UUD 1945 tentang politik kewarganegaraan
RI seperti dirumuskan dalam Pasal 26 dan 27, hanya
mengenal perbedaan WNI dan WNA. Dengan demikian,
tafisran untuk memberlakukan Ketentuan Peralihan UUD
1945 yang membuka kemungkinan berlakunya peraturan
hukum Hindia Belanda sebelum diganti; harus ditafsirkan
bahwa terhadap peraturan tentang penggolongan penduduk
Negara Hindia Belanda, otomatis demi hukum batal dan
tidak mengikat (nietig eo ipso).
Batal dengan sendirinya karena hukum (nietig eo ipso)
itu, adalah karena secara langsung bertentangan dengan jiwa
dan semangat dalam filsofi, asas dan ajaran hukum UUD
1945 yang hanya mengenal pembedaan kewargaan Negara
dalam WNI dan WNA. Artinya NKRI berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, tidak mengenal pembedaan golongan
penduduk Negara, walaupun tetap mengakui keberadaan
kelompok-kelompok masyarakat hukum dengan hak-hak
adatnya. Jadi, adalah melanggar konstitusi dasar Negara
Kesatuan RI, untuk tetap mengakui dan menegakkan
politik pemisahan penduduk Negara Hindia Belanda,
dalam hukum positif NKRI. Maka ketentuan pembuatan