Page 328 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 328
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 301
hukum. Keunikan masalah ini, tidak hanya dihadapi dan
dialami Indonesia melainkan juga oleh banyak Negara jajahan
yang merdeka dan dibentuk setelah perang dunia ke II.
Terbentuknya Negara merdeka, setelah terlepas dari
kungkungan Negara asing yang menjajah masyarakat-
masyarakat terjajah , mendorong lahirnya keinginan untuk
9
merubah sistim hukum pertanahan dan keagrariaan yang
selama masa penjajahan dipengaruhi bahkan diubah
oleh pemerintahan Negara kolonial. Salah satu bentuk
perubahan setelah kemerdekaan itu, adalah lahirnya
semangat nasionalisme baru, untuk membentuk hukum
nasional pengganti hukum-hukum kolonial yang diberlakukan
Negara dengan Pemerintahan jajahannya terhadap penduduk
pribumi (Cohn, 1983) .
10
Perlakuan selama penjajahan itu, umumnya mengabaikan
hukum adat masyarakat pribumi yang sangat beragam antara
satu daerah serta suku-suku lainnya, sebelum merdeka,
yang dipersatukan ke dalam satu Negara nasional baru.
Kesulitannya adalah, dalam menyatukan peraturan hukum
adat yang berbeda-beda antara suku-suku dan daerah satu
dengan lainnya, ke dalam satu sistim hukum yang berlaku
secara nasional tanpa perbedaan suku dan adat istiadat suku-
suku pembentuk Negara nasional.
5. Teori ‘pelembagaan kembali’ (reinstitutionalization
theory):
Untuk mengatasi kesulitan keanekaan norma
hukum adat dalam hukum nasional itu, Bohannan ,
11
9 C.K. Meek, Land Law and Custom in the Colonies, London: Frank
Cass & Co. Ltd., 1968, hlmn. 289-315.
10 S. Bernard Cohn, “Law and the Colonial State in India”, Dlm.
History and Power in the Study of Law: New directions in legal anthropology, June
Starr and Jane F. Collier, editors. Ithaca and London: Cornell University
Press, 1983, hlmn, 131-152.
11 Paul Bohannan, “The differing realms of the law”, American
American Anthropologist, Sepecial Publication, Part 2, Vol. 67, No. 6, 1965;
dikutip oleh Laura Nader, sebagai Editor, dlm. Law in Culture and Society,