Page 33 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 33
6 Herman Soesangobeng
hubungan kekuasaan masyarakat hukum adat atas tanah,
yang berbeda dengan hubungan sinerginya hukum perdata
dan ketatanegaraan Belanda.
Perbedaan mana, kemudian diperjelas Ter Haar
8
dalam tulisannya “Beginselen en stelsel van het adatrecht”,
menjelaskan bagaimana pertalian dan hubungan sinergi
sistim hukum pertanahan adat Indonesia. Dalam tulisan
itu, dijelaskannya dasar-dasar bagaimana berkembangnya
hukum pertanahan adat yang bertumbuh dari kenyataan sosial
budaya dengan alam pikiran filosofis yang khas Indonesia,
berkembang menjadi sebuah sistim hukum pertanahan
tersendiri. Pertumbuhan dan perkembangan itu, berdasarkan
tata susunan masyarakat adat, yang mencerminankan
hubungan kekuasaan negara; dengan hukum perdata, yang
dijelaskannya melalui hubungan harta kekayaan serta hak-
hak atas tanahnya keluarga maupun masyarakat hukum;
yang terkait erat dengan hubungan hukum dagang melalui
hubungan perbuatan jual beli maupun hak tanggungan;
bahkan juga hukum pidana, melalui sifat-sifat pelanggaran
adat. Jadi hukum pertanahan adat pun, mengatur penataan
hubungan sinergis pelbagai cabang ilmu hukum dalam
melindungi serta menjamin keamanan serta kepastian hukum
hak keperdataan milik orang atas tanah.
Adapun hukum agraria, merupakan pelaksanaan
norma-norma hukum pertanahan, tentang penggunaan
dan pemanfaatan tanah sebagai benda tidak tetap yang
melahirkan hak perorangan untuk menikmati hasil tanah baik
oleh masyarakat maupun orang pribadi, maka haknya pun
disebut hak agraria. Konsep hukum agraria ini, oleh Ter
Haar digolongkannya ke dalam ‘hubungan keagrariaan’
9
(agrarische betrekkingen) sesuai teori Hukum Pertanahan
Adat Indonesia (beschikkingsrecht) yang dikemukakan Van
8 B. Ter Haar, Bzn, Beginselen en stelsel van het adatrecht, Ibid.
9 B. Ter Haar, Bzn, Beginselen en stelsel van het adatrecht, Ibid.,
hlmn. 82