Page 49 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 49

22     Herman Soesangobeng

            9.  Kepemilikan tertinggi (dominium eminens) dari Negara
                 untuk batasi kemutlakan hak milik (domain) pribadi:
                    Jadi  kewenangan  dan  kekuasaan  mutlak  dari  orang
                 sebagai  pribadi hukum (corpus) yang merupakan warga
                 Negara Romawi (patrician) pun tetap diatur  serta dibatasi
                 oleh Negara. Konsep ‘dominium eminens’ untuk membatasi
                 kebebasan mutlak  hak milik  perorangan  itu,  dalam  konsep
                 hukum  Romawi,  menurut  Prof.  van den  Bergh ,  bukanlah
                                                             3
                 merupakan suatu pencabutan hak milik keperdataan dari
                 akarnya,    melainkan suatu pembatasan yang paling keras
                 dan tegas atas kebebasan  penggunaan hak milik (domain-
                 Lat.) yang di Belanda disebut ‘eigendom’ 18.   Pengaturan
                                                        4
                 dan pembatasan  itu  diperlukan,  karena  teori  hak  milik
                 pribadi  yang  mutlak menurut  konsepsi  hukum  Romawi,
                 memberikan  kewenangan  serta kekuasaan  kepada  pemilik
                 untuk  berhak  bertindak  dengan  bebas   atas tanahnya
                 dalam tiga hal yaitu, ‘jus fruendi’ = hak untuk mengambil dan
                 menikmati hasil, ‘jus utendi’ = hak untuk menggunakan atau
                 memakai, dan ‘jus abutendi’  = hak untuk merusak  tanah,
                 baik dalam  membiarkan  tanah tidak dikerjakan  maupun
                 menghacurkan  tanahnya.  Jadi kebebasan  mutlak dari hak
                 milik  perorangan (domain-Lat.,  eigendom-Bld.) senantiasa
                 dibatasi  dan  diatur  Negara agar  tidak  mengganggu dan
                 bertentangan dengan kepentingan umum. Unsur kebebasan
                 ‘jus abutendi’ itu, menurut Van Vollenhoven  dan Ter Haar ,
                                                         5
                                                                       6
                 tidak dikenal dalam Hukum Pertanahan Adat, sebagaimana
                 tercermin dalam teori ‘beschikkingsrecht’.


                3    Penjelasan  Prof. van den Bergh, seorang ahli hukum Romawi di
            Universitas Utrecht dan Katholiek Universiteit Nijmegen, dalam diskusi
            dengan penulis di Utrecht pada 1974.
                4    Cf. H.F.A. Vollmar,  Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I,
            Penerjemah I.S.Adiwimarta, Jakarta: Rajawali Pers, 1989.
                5    Cornelis van Vollenhoven, De Indonesier en zijn grond, Leiden: E.J.
            Brill, 1932.
                6    B. Ter Haar Bzn., Beginselen en stelsel van het adatrecht, Groningen-
            Batavia: J.B. Wolters, 1941
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54