Page 51 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 51
24 Herman Soesangobeng
Maka pejabat pembuat surat bukti perbuatan hukum, harus
memahami ajaran dan asas ini sebelum membuat suatu surat
bukti perbuatan hukum mengenai perjanjian atas tanah.
Kedua, untuk peralihan hak atas tanah, dibakukan dalam
adagium ‘nemo plus juris ad alium transferre potest quam ipse
habet/haberet’ = Tidak seorang pun dapat mengalihkan atau
menyerahkan hakmya yang lebih tinggi kepada orang lain,
daripada hak yang dimilikinya. Artinya seorang penyewa
atau penggarap, tidak dapat mengalihkan hak milik kepada
seorang pembeli, melainkan hanya hak sewa atau garapannya
saja. Ketiga, untuk penyerahan tanah sebagai benda tetap
pun disyaratkan melalui suatu tata cara yang disebut
‘mancipatio’, baik dalam jual beli maupun pewarisan atas
tanah sebagai benda tetap.
Tata cara ‘mancipatio’ ini mewajibkan pembeli dan
penjual melakukan penyerahan tanah dengan disaksikan
lima orang saksi dan seorang pemegang timbangan yang
disebut ‘libripens’. Dalam tata cara itu, pembeli dan penjual
saling mengucapkan kalimat yang sudah ditetapkan, sebagai
petunjuk penyerahan hak kepemilikannya, dan diikuti dengan
gerakan tubuh tertentu dalam hal ini pembeli memukul
dengan sepotong perak pada timbangan yang dipegang
‘libripens’, sebagai tanda pembayaran harga pembelian.
Jual beli tanah yang tidak disertai dengan penyerahan
tanah melalui tatacara ‘mancipatio’ itu, dipandang sebagai
penundaan penyerahan tanah dan disebut ‘constitutum
possessorium’. Maka di kemudian hari, harus dilakukan
upacara ‘mancipatio’ untuk menyerahkan tanah, agar tanah
dinyatakan telah beralih menjadi milik pembeli.
Asas dan ajaran ini, dianut dalam semua sistim hukum,
baik komon (Inggeris, Amerika) maupun sivil (Eropah).
Pada hukum sivil Belanda, asas dan ajaran ‘mancipatio’ itu
diterjemahkan menjadi asas dan ajaran ‘jurisidsche levering’
(penyerahan secara hukum). Artinya, penyerahan tanah yang
tidak melalui proses serta prosedur ‘penyerahan secara