Page 53 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 53
26 Herman Soesangobeng
c. “trespass’: larangan memasuki pekarangan orang lain
tanpa izin pemilik tanah; dan “trespass quare clausum fregit”:
pelanggaran atas sarat yang ditetapkan penggugat untuk
memasuki tanah pekarangannya.
d. “contradictioire delimitatie”: persetujuan batas di antara
sesama pemilik yang bidang tanahnya saling berbatasan
langsung;
e. “cuiq-quid plantutur solo, solo cedit”: benda yang melekat pada
bumi adalah menjadi milik pemilik tanah. Akan tetapi
ajaran ini untuk sistim hukum pertanahan Indonesia,
sesuai dengan ajaran hukum Adat tidak dikenal, karena
hukum adat justru mengenal asas pemisahan horisontal.
Sehingga asas “cuiq-quid” ini tidak sepenuhnya berlaku
untuk Indonesia.
f. “Nemo plus juris ad alium transferre potest quam ipse habet”:
tak seorang pun berhak menyerahkan/mengalihkan
hak kepada orang lain, hak yang lebih tinggi dari yang
dimilikinya.
g. “Nemo dat qui non habet”: orang yang bukan pemilik tak
dapat menyerahkan haknya atas tanah. Artinya hanya
pemilik tanah yang dapat memberi dan menyerahkan
baik hak maupun tanahnya kepada orang lain. Hukum
adat Indonesia, justru menganut ajaran asas ‘nemo dat’ ini.
h. “litus est quousque maximus fluctus a mari pervenit”: pantai
adalah bagian yang dicapai gelombang laut tertinggi.
l. “riparum usus publicus est jure gentium, sicut ipsius flumenis”:
penggunaan tepian sungai, termasuk aliran airnya
menurut hukum international adalah untuk umum.
j. “servitus aquae educendae”: beban atau hak orang untuk
mengalirkan air dari lahannya ke tanah orang lain.
k. “servitus stilicidii”: beban atau hak curahan air ke atas
rumah atau tanah orang lain.
l. “servitus viae”: beban atau hak untuk berjalan atau
berkendaraan di atas tanah milik orang lain.
m. “possessio paciffica per annos 60 facit jus”: pemilikan karena