Page 158 - Keadilan Agraria dan Penataan Ruang Sebagai Basis Integrasi Bangsa
P. 158
merupakan subyek hukum yang berhak atas Hak Ulayat.
Hal tersebut membuat keresahan pada advokasi MHA
dalam berpekara di Pengadilan, yang lemah terhadap status
MHA sebagai subyek hukum. Penegasan wujud pengakuan
MHA sebagai subyek hukum sangat diperlukan, kedudukan
dalam konstitusi mengindikasikan bahwa MHA berpeluang
penuh pada terakomodirnya kepentingan masyarakat
hukum adat dalam hukum positif di Indonesia.
Kedua, MHA memiliki serangkaian wewenang dan
kewajiban yang berhubungan dengan tanah yang terletak
wilayahnya yaitu tanah ulayat. Pada dasarnya setiap
anggota MHA berhak dengan bebas mengolah dan
memanfaatkan tanah dan sumber daya alam yang ada
dalam wilayah tanah ulayat yang nantinya membawa
kesejahteraan MHA bersama. Intervensi dari orang luar
(pemerintah) tidak berhak dalam mengolah dan
memanfaatkan meskipun demi kepentingan negara, kecuali
atas izin dan musyawarah dari MHA yang memiliki atas
hak ulayat tersebut. Eksistensi hak ulayat sebagai
wewenang dari kesatuan-kesatuan MHA mendudukan
pada tempat yang sewajarnya dalam Negara Republik
Indonesia. Hal ini tergambar dalam UU No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agriaria (UUPA)
menentukan bahwa “Pelaksanaan hak ulayat dari
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang
berdasarkan persatuan bangsa serta tidak boleh
135