Page 127 - Penegakan Hukum Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
P. 127
tanah yang berasal dari: a) tanah HGU dan HGB yang telah habis
masa berlakunya; b) 20 persen dari HGU yang diubah menjadi HGB
akibat perubahan rencana tata ruang; c) menyediakan 20 persen dari
tanah negara yang diberikan kepada pemegang HGU; d) tanah yang
berasal dari pelepasan kawasan hutan; e) tanah terlantar; f) tanah hasil
penyelesaian Sengketa dan Konflik Agraria; g) tanah bekas tambang yang
berada di luar kawasan hutan; h) tanah timbul; i) tanah yang memenuhi
persyaratan penguatan hak rakyat atas tanah, meliputi: Tanah hibah
perusahaan sebagai bagian dari CSR; Tanah hasil konsolidasi lahan;
Lahan dari sumbangan tanah; Tanah negara yang telah dikuasai/dikelola
masyarakat; j) tanah bekas hak erpacht, partikelir dan eigendom; k)
tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, tanah bekas swapraja.
Sedangkan obyek legalisasi aset terdiri dari tanah transmigrasi yang
belum bersertipikat; dan tanah yang dimiliki masyarakat.
Secara garis besar Perpres ini mengatur 3 hal utama dalam Reforma
Agraria, yaitu penataan aset, penataan akses, dan menyelesaikan sengketa
dan konflik agraria. Penataan aset dilakukan melalui redistribusi tanah
pertanian dan non-pertanian, sedangkan legalisasi aset dilakukan melalui
sertipikasi tanah. Sedangkan penanganan sengketa dan konflik agraria
dilaksanakan berdasarkan prinsip kepastian hukum dan keadilan sosial
yang difasilitasi oleh Gugus Tugas Reforma Agraria secara berjenjang,
selanjutnya menyelesaikan sengketa dan konflik agraria diatur dengan
Peraturan Menteri. 152
Pengaturan kelembagaan baik pemerintah pusat maupun daerah
telah diberikan mandat untuk melaksanakan Reforma Agraria, juga
pelibatan masyarakat sipil. Penyelenggaraan Reforma Agraria dibentuk
Tim Reforma Agraria Nasional yang dipimpin oleh Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, yang keanggotaannya melibatkan 16 kementerian
152 Seyogyanya regulasi turunan menyelesaikan sengketa dan konflik agraria dalam
bentuk Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko)
bukan Permen, karena Permenko lebih memiliki otoritas kuat dibandingkan
Permen, tidak mengedepankan ego sektoral, berpihak, atau jalan sendiri-
sendiri tanpa konteks mudah menyelesaikan sengketa dan konflik agraria antar
sektor. Membentuk Permenko karena fungsi koordinatif dari Kementerian
Perekonomian sebagai Tim Reforma Agraria Nasional dianggap bisa digunakan
untuk mengkoordinasikan kebijakan yang bersifat lintas sektor.
110 Penegakan Hukum Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar