Page 75 - Penegakan Hukum Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
P. 75

ditetapkan sebagai tanah terlantar dan mendapatkan perlawanan dengan
            mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, peran omah
            tani dalam sengketa di pengadilan sangat besar, disamping melakukan
            aksi-aksi demontrasi, audiensi bahkan reclaming, juga menyuplai data-
            data, dokumen ke Kantor Pertanahan, serta Omah Tani masuk kedalam
            Tergugat Intervensi di Peradilan  Tata Usaha Negara. peran Omah
            Tani juga diakui oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Batang.
                                                                             82
            Keberhasilan dalam memenangkan gugatan yang diajukan oleh PT.
            Perkebunan Tratak terhadap SK Nomor 7/PTT-HGU/BPN RI tentang
            Penetapan Tanah terlantar, tentunya tidak terlepas dari peran serta Omah
            Tani Batang.
                 Demikian juga yang dilakukan oleh masyarakat Cipari Cilacap
            dalam memperjuangankan tanah negara eks HGU PT. Rumpun
            Sari Antan (RSA) seluas 291 hektar yang menjadi obyek redistribusi.
            Cara yang dilakukan adalah dengan mengorganisasikan diri dengan
            menduduki, memasang patok-patok tanda batas, menggarap tanah
            yang didudukinya, demontrasi-demontrasi dan berjuang secara melalui
            pengajuan surat gugatan atau keberatan-keberatan kepada pihak-pihak
            terkait. Di samping itu, masyarakat juga membentuk kelompok-
            kelompok tani lokal. Kemudian, pengorganisasian ini berkembang atas
            bantuan Lembaga Swadaya Masyarakat Serikat Tani Merdeka (SeTAM),
            Lembaga Bantuan Hukum (LBH)  Yogyakarta, Lembaga Kajian dan
            Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU.     83
                 Menurut KPA mulai 2016 s/d 2018, baru 4 lokasi usulan
            Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang akhirnya mendapatkan
            pengakuan penuh dari pemerintah, yaitu di Garut, Ciamis, Batang dan
            Minahasa  Tenggara, dengan total luasan 785,201 hektar bagi 1.573
            penggarap. Keempat lokasi merupakan wilayah konflik agraria petani
            dengan perusahaan perkebunan swasta eks HGU habis.





            82   Ibid
            83   Sutaryono, Ari Satya Dwipraja,  dan Dede  Novi Maulana,  Persepsi Aktor Lokal
                Dalam Implementasi Kebijakan Redistribusi Tanah, Hasil Penelitian  Strategis
                dalam Penataan dan Pengelolaan Pertanahan Yang Mensejahterakan Masyarakat,
                (Yogyakarta: STPN Press, 2014), hlm 115-116.
            58  Penegakan Hukum Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80