Page 95 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 95
Petani Membuat Sejarah Sendiri
hadap petani-petani di Eropa tetap terjadi. Pada pergantian
abad ke 20, perpisahan dan gabungan kontra gerakan
agraria dan gerakan buruh menyimpang dari proyeksi
revolusioner Marxis, dan berkontribusi pada resolusi sosial-
demokratis sebagaimana dijelaskan oleh Polanyi (1957).
Resolusi itu menyatakan sebuah dimensi yang diabaikan
oleh permasalahan agraria klasik, yaitu, relasi sejarah-dunia
yang berkontribusi terhadap transformasi sosial pada awal
abad kedua puluh. Artinya, ini adalah bagian dari kom-
promi sosial-demokratis, yang berbasis pada sistem upah
yang menganut prinsip Fordist, termasuk merkantilisme
pertanian, sementara itu finansial-publik dilindungi oleh
First World Agriculture, yang diidealisasikan sebagai
pertanian keluarga (Friedmann dan McMichael 1989).
Negara Dunia Ketiga telah dihadapkann oleh pertanian
seperti itu sejak merkantilisme, yang berpuncak pada
munculnya G-20 pada tahun 2003 di Kementrian WTO
di Cancun.
Formulasi permasalahan agraria klasik, yang sekarang
menjadi bermasalah pada abad ke-21, yaitu berpusat pada
negara-sentris serta mencerminkan gaya pembangunan
nasional pada akhir abad-19. Sebagaimana diungkapkan
oleh Henry Bernstein, permasalahan klasik agraria juga
menyangkut pengembangan rumah pasar modal sebagai
‘agrarian question of capital’, dan secara khusus kapital
industri. Dalam konteks transisi ke kapitalisme, tenaga
kerja serta modal juga diasumsikan sebagai permasalahan
agraria, karena kedua kelas definitif ini memunculkan
minat yang sama dalam transformasi dari feodalisme ke
kapitalisme, dan hubungan sosial pra-kapitalis’(2003, 209).
Ironinya adalah bahwa proyek itu bersifat merujuk
pada pengelaman (self-referensial) Eropa, yang berfokus
pada modernisasi negara-bangsa, hubungan sosial pra-
kapitalis dan praktek imperium, yang semakin terdegradasi
(Davis 2001). Di sini, petani menjadi obyek eksploitasi,
81