Page 98 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 98
GERAKAN AGRARIA TRANSNASIONAL
nya. Tiga tahun kemudian, pada tahun 1998, Indonesia
telah muncul sebagai importir beras terbesar di dunia.
Di India, sebelumnya sebagai produsen terbesar
sayuran di dunia, terjadi impor sayur hampir dua kali
lipat hanya dalam rentang satu tahun - dari Rs92.8 juta
pada tahun 2001-02 menjadi Rs171 juta di 2002-03. Yang
lebih parah lagi adalah Peru, yang impor makanannya
meningkat secara dramatis setelah liberalisasi. Makanan
impor sekarang diperhitungkan pada taraf 40 persen dari
total konsumsi pangan nasional. Impor Gandum dua
kali lipat pada tahun 1990, impor jagung, menyusul
produksi dalam negeri, dan impor susu naik tiga kali
dalam pertengahan pertama dari dekade sebelumnya,
betul-betul memusnahkan petani Peru.
Dalam keadaan ini, di mana kebijakan dumping
pangan menindas jutaan petani (Madeley 2000), krisis
agraria di akhir abad kesembilan belas, yang dipicu oleh
bahan makanan murah dari negara-negara baru dan negara
jajahan kolonial yang telah disamaratakan saja, khususnya
terjadi melalui sentralisasi pertanian kapitalis di negara
utara, melalui resolusi merkantilisme setelah runtuhnya
rezim perdagangan bebas di Britania. Sedangkan resolusi
dari permasalahan klasik agraria itu dimediasi oleh
proteksionisme GATT, yang semakin melembagakan pe-
rusahaan peternakan yang mempengaruhi di hampir
seluruh dunia bagian Utara, permasalahan agraria saat ini
telah diglobalisasi melalui media usaha pasar dunia.
Namun, bukannya memainkan peranan cadangan yang
konservatif dalam kelas politik dari kapitalis modernitas,
gerakan petani malah mengubah permasalahan itu. Hal ini
bukan lagi mengenai transisi agraria melalui akumulasi
yang mengistimewakan kapital, melainkan transformasi
agraria terhadap akumulasi imperatif, yang diperjuangkan
oleh koalisi petani transnasional dan gerakan keadilan
84