Page 97 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 97
Petani Membuat Sejarah Sendiri
ketidaksetaraan yang terjadi akibat revolusi hijau (Gupta
1998).
Ketika proyek neoliberal yang dalam bahasa sehari-
hari dikenal sebagai ‘globalisasi’, telah diganti oleh periode
nasionalisme ekonomi, proses penghancuran petani di
Dunia Selatan telah terjadi secara intensif di bawah ga-
bungan antara tekanan terhadap dukungan publik pada
petani, praktek Revolusi Hijau kedua (bioteknologi yang
diprivatisasi dan ekspor pertanian untuk memasok konsu-
men global), Reforma Agraria yang dipimpin pasar, dan
36
aturan perdagangan WTO yang memfasilitasi penargetan
pasar di selatan dengan menurunkan harga surplus ekspor
makanan secara artifisial dari Utara, adalah bentuk peng-
hancuran itu. ‘Rezim korporasi pangan’, yang mengan-
dalkan subsidi negara dengan mengurangi harga pertanian
sebanyak 57 persen di bawah harga sebenarnya (People’s
for Food Sovereignty 2003) membuat “harga pasar dunia”
yang diciptakan melalui liberalisasi perdagangan yang
menimbulkan pengaruh yang sangat buruk pada petani
kecil dimana-mana (Mc Michael2005) . Sebagai contoh,
37
Sharma (2004) melaporkan:
Indonesia digolongkan di antara sepuluh eksportir beras
teratas sebelum WTO memberlakukan kebijakan-
36 Untuk analisis yang lengkap mengenai pasar tanah sebagai solusi
neoliberal untuk desa miskin, lihat Borras (2006).
37 Di tempat lain saya telah menggambarkan “harga pasar dunia”
sebagai instrumen rezim perusahaan pangan dari perampasan
(McMichael 2005). Tekanan suplai pangan dari agrifuel dan dari
perubahan diet sosial di India dan China, khususnya yang
berhubungan dengan harga pangan, pada tahun terakhir harga
jagung dua kali lipat dan harga gandum naik 50 %, mengantarkan
dunia pada “tonggak-era-kelebihan-makanan (Vidal 2007). Apakah
dan untuk taraf apa secara sosial konstruksi kekurangan pangan
akan mempengatuhi mekanisme “harga dunia” (dibentuk melaui
perangkaian sokongan pertanian utara dan harga komoditi) akan
tetap terlihat.
83