Page 117 - Ecotourism Lereng Merapi Pasca Konsolidasi Tanah
P. 117
104 Aristiono Nugroho dan Sutaryono
Oleh karena itu, antara manusia atau individu Lereng Merapi dan
kebudayaan Lereng Merapi tidak dapat dipisahkan. Demikian
juga antara masyarakat Lereng Merapi dengan kebudayaan dan
wilayah Lereng Merapi. Hal ini disebabkan individu Lereng
Merapi di samping hidup dalam satu kesatuan masyarakat
Lereng Merapi, juga hidup dalam satu kesatuan wilayah Lereng
Merapi. Koentjaraningrat (1985) menyebutkan ada tujuh unsur
kebudayaan, yaitu: (1) bahasa; (2) sistem pengetahuan; (3)
organisasi sosial; (4) sistem peralatan dan teknologi; (5) sistem
mata pencaharian, (6) sistem religi; dan (7) kesenian.
Unsur-unsur kebudayaan sebagaimana dimaksud
Koentjaraningrat ada di Lereng Merapi, dan layak dimanfaatkan
sebagai basis pelaksanaan ecotourism. Masyarakat Lereng
Merapi memiliki: (1) bahasa yang unik, yaitu Bahasa Jawa,
yang memiliki strata, rasa, dan seni; (2) sistem pengetahuan
yang berlaku, yang berorientasi pada kearifan dan kedekatan
dengan alam; (3) organisasi sosial, yang seringkali tidak
formal tetapi mampu membangun kerekatan atau kohesi
sosial; (4) sistem peralatan dan teknologi, yang berorientasi
pada kesederhanaan dan ketepat-gunaan; (5) sistem mata
pencaharian, yang berorientasi pada pertanian hingga muncul
strategi livelihood on-farm, of-farm, dan non-farm; (6) sistem
religi, yang memadukan hubungan manusia-Tuhan (manusia
dengan Tuhan) dengan manusia-alam (manusia dengan
alam); dan (7) kesenian, yang berorientasi pada rasa syukur
pada Tuhan dan kecintaan kepada lingkungan.
Dalam rangka melestarikan dan meningkatkan nilai
tambah unsur-unsur kebudayaan, serta meningkatkan kondisi