Page 102 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 102

Menurut ketentuan di dalam Undang-undang No. 51 Prp. tahun
                1960 tersebut penguasa daerah dapat mengambil tindakan-tindakan,
                untuk menyelesaikan pemakaian tanah-tanah tanpa izin pemilik atau
                kuasanya yang sah penyelesaian itu dilakukan dengan memperhatikan
                rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan
                (pasal 3), kepentingan petani penggarap dan kepentingan perusahaan
                (perkebunan/kehutanan) sebagai sumber devisa negara.

                     Dalam rangka penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
                tersebut di atas, penguasa daerah dapat memerintahkan kepada pemakai
                tanah tanpa izin untuk mengosongkan tanah yang dipakai (pasal 4).
                     Untuk pemakaian tanah tanpa izin atas tanah perkebunan dan
                tanah hutan yang belum dapat diselesikan berdasarkan Undang-
                undang Darurat No. 8 Tahun 1954 jo Undang-undang Darurat No.
                1 tahun 1956 penyelesaiannya dilakukan oleh Menteri Agraria, setelah
                mendengar  Menteri  Pertanian  didalam  menggunakan  wewenangnya
                itu, untuk penyelesaian pemakaian tanah perkebunan Menteri Agraria
                harus memperhatikan kepentingan rakyat pemakai penggarap tanah
                yang bersangkutan, kepentingan penduduk lainnya di daerah letak
                perkebunan dan luas tanah yang diperlukan perusahaan kebun untuk
                menyelenggarakan usahanya, dengan ketentuan bahwa terlebih dahulu
                diusahakan tercapainya penyelesaian dengan jalan musyawarah dengan
                pihak-pihak yang bersangkutan.

                     Dari ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan tersebut
                di atas jelas bahwa dalam usaha-usaha penyelesaian masalah okupasi/
                pendudukan rakyat atas tanah, khususnya tanah perkebunan, Pemerintah
                tidak hanya meninjau dari segi hukumnya saja melainkan mengambil
                kebijaksanaan penyelesaian secara menyeluruh dengan titik berat
                pada aspek-aspek sosial ekonomis psikologis dan politis, yaitu dengan:
                memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan, pihak
                pemakai tanah, pengusaha-pengusaha kebun dan masyarakat di sekitar
                perkebunan yang bersangkutan serta aspek-aspek tata guna tanahnya
                (fungsi hidrologis).




                                            67
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107